Wasiat Kalabendana

Sedang Trending 4 hari yang lalu
Wasiat Kalabendana Ono Sarwono Penyuka Wayang(MI/Duta)

MUNGKIN lantaran tubuhnya kurang sempurna dan posisi dalam family sebagai anak buncit, Kalabendana seperti tidak pernah mendapat tempat. Hampir semua kakaknya menganggap dia anak kecil, bodoh, dan tidak mengerti apa-apa.

Akan tetapi, family keturunan mendiang Prabu Tremboko nan menyepelekan saran dan pendapatnya menemui kehancuran. Kalabendana nan diremehkan rupanya titah bertuah, buah dari ketulusan dan kejujuran jiwanya.

Pengabaian terhadap Kalabendana, nan kiprahnya murni menjaga kerukunan dan keutuhan keluarga, berujung kefatalan. Tiga kakaknya meninggal sia-sia lantaran bertikai satu sama lain. Mereka kehilangan logika lantaran terbelenggu kuatnya nafsu keliru.

Arimba murka

Kalabendana adalah putra bungsu Raja Pringgondani Prabu Tremboko dengan permaisuri Dewi Hadimba. Saudaranya tujuh, semua berbentuk raksasa, ialah Arimba, Arimbi, Brajadenta, Brajamusti, Prabakesa, Brajalamatan, dan Brajawikalpa.

Tidak seperti semua kakaknya, Kalabendana lahir cacat. Tubuhnya bulat pendek, satu tangannya bengkok, bicaranya cadel, dan suaranya sengau. Namun, meski ada kekurangan fisik, hatinya mulia, wataknya jujur, dan menyayangi keluarga.

Pascaperang tanding antara Tremboko dan Raja Astina Prabu Pandu Dewanata nan menewaskan keduanya, Kalabendana menjalin komunikasi dengan keturunan Pandu. Niatnya membangun kerukunan di antara trah kedua penguasa tersebut.

Kalabendana mencegah jangan sampai ada dendam antara anak-cucu Tremboko dan Pandu. Hikmatnya, ayahnya dan Pandu bertempur lantaran terhasut oleh logika jahat Sengkuni. Sesungguhnya Tremboko dan Pandu adalah dua sahabat karib.

Tingkat persahabatan raja Pringgondani dengan raja Astina sudah seperti saudara. Tremboko nan merasa kalah dalam penguasaan pengetahuan memosisikan diri sebagai cantrik. Oleh lantaran itu, dia kerap sowan ke Astina untuk menimba ilmu.

Di sisi lain, Pandu menganggap Tremboko sebagai adik sekaligus siswa tersayang. Persaudaraan nan hangat itu merembet ke hubungan kekeluargaan nan berkawan di antara anak-anak mereka. Hanya gara-gara Sengkuni, pengharmonisan mereka hancur.

Akan tetapi, niat baik Kalabendana diabaikan para saudaranya. Malah kakak sulungnya, Arimba, nan menggantikan bapaknya sebagai raja Pringgondani, tidak sepakat dengan adiknya itu. Baginya, keturunan Pandu musuh bebuyutan (selamanya).

Namun, sikap Arimba terhadap Sengkuni berbeda. Hubungannya dengan penduduk Plasajenar, nan menjabat patih Astina lampau kedudukannya dikukuhlah lagi dalam rezim Prabu Duryudana, itu tetap baik. Sengkuni adalah sahabat dekat.

Pada suatu ketika, Arimbi jatuh cinta kepada Bratasena saat Pandawa membabati rimba Wanamarta sebagai tempat membangun Amarta. Karena cintanya, Arimbi ikut membantu lima putra Pandu mendirikan istana setelah tersusir dari Astina.

Arimba marah besar mengetahui perilaku Arimbi. Adik wanita satu-satunya dalam family itu dimarahi habis-habisan dan diminta memutuskan hubungan asmaranya dengan Bratasena lantaran laki-laki tersebut musuh Pringgondani.

Arimbi menolak perintah tersebut. Ia merasa tidak bisa berpisah dengan laki-laki pujaannya. Buntutnya terjadi cekcok nan tak terselesaikan hingga Arimbi kabur meninggalkan Pringgondani dan minta perlindungan kepada Bratasena.

Brajadenta balela

Kalabendana berupaya meredakan murka Arimba. Ia juga mengingatkan kakaknya agar bijak kepada Arimbi demi keutuhan keluarga. Menurutnya, cinta itu hidayah nan tidak bisa ditolak dan hanya bisa dinikmati dengan penuh rasa syukur.

Arimba, sebagai wakil orangtua, disarankan merestui hubungan Arimbi dengan Bratasena. Tapi, raja muda itu membentak Kalabendana dan menyebutnya lancang menasihati. Lalu, disertai sejumlah prajurit, Arimba ke Amarta menjemput Arimbi.

Arimbi menolak pulang. Bratasena pun kukuh mempertahankan wanita nan telah menjadi istrinya itu sehingga terjadilah peperangan. Arimba meninggal dan prajurit Pringgondani nan menyertai kocar-kacir.

Sepeninggal Arimba, kesepakatan family menyerahkan kekuasaan Pringgondani kepada Arimbi sebagai anak tertua. Karena mendampingi Bratasena nan tinggal di Kesatrian Jodipati, Arimbi mengendalikan pemerintahan dibantu adik-adiknya.

Pernikahan Arimbi-Bratasena melahirkan putra berjulukan Gathotkaca. Ketika anak satu-satunya itu beranjak dewasa, Arimbi mau mengangkatnya sebagai raja Pringgondani. Semua adik sepakat dan mendukung.

Tapi, beberapa hari menjelang penobatan, Brajadenta menolak Gathotkaca sebagai raja. Menurutnya, nan menjadi raja kudu keturunan langsung Tremboko. Mendengar berita itu, Kalabendana menemui kakaknya di kesatrian Glagahtinunu.

Dalam pertemuan itu, Kalabendana mengingatkan Brajadenta untuk tidak merusak kesepakatan keluarga. Tapi, lagi-lagi omongan Kalabendana tidak digubris. Malah digoblok-goblokan dan jika tidak sejalan dengan keinginannya, dijadikan musuh.

Merasa tidak ada gunanya, Kalabendana pergi dan menemui kakaknya nan lain, bertanya apakah mendukung Gathotkaca alias berpihak ke Brajadenta. Ternyata semua menjunjung kesepakatan. Bagaimanapun, Gathotkaca berdarah Pringgondani.

Singkat cerita, pembangkangan Brajadenta dipadamkan. Brajamusti nan menyatu dalam diri Gathotkaca lampau mengancurkan Brajadenta. Kedua pamannya itu meninggal bareng dan sukmanya menjelma ajian dan masuk ke dua tangan Gathotkaca.

Kalabendana kembali meratap. Impiannya mewujudkan keutuhan dan persatuan family Pringgondani kandas lantaran kakak-kakaknya terbuai nafsu setan. Arimba meninggal lantaran dendam kepada keturunan Pandu, ialah Pandawa dan putra-putranya.

Kemudian, akibat termakan ocehan busuk Sengkuni, Brajadenta akhirnya meninggal berbareng Brajamusti. Konflik family nan merugikan Pringgondani.

Tahu batas

Setelah Gathotkaca naik takhta, Kalabendana sangat dekat dengan keponakannnya itu. Ikhtiarnya mendampingi untuk menjaga persatuan dan memajukan negara. Pringgondani akhirnya menjadi bagian dari kedaulatan Amarta.

Takdirnya, Kalabendana meninggal akibat kesampluk (terhantam) tangan Gathotkaca. Namun, peristiwa dramatis itu tak membuatnya dendam. Sukma Kalabendana menunggu hingga Gathotkaca gugur dalam Perang Bharatayuda.

Kisah Kalabendana ini secara filosofis menggambarkan bahwa kebencian dan pertikaian antarsaudara menghancurkan persatuan dan kesatuan. Poinnya, semua mesti tahu pemisah sehingga bangsa dan negara terhindar dari perpecahan. (M-3)