Penegakan norma terhadap koruptor sebagai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia kian dipertanyakan. Adanya beragam vonis pengadilan nan ringan bagi terdakwa kasus korupsi dinilai tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, terlebih lagi ada ungkapan Presiden Prabowo Subianto nan mau mengampuni koruptor andaikan mengembalikan duit kerugian negara.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto mengatakan bahwa putusan pengadil dalam menangani perkara khususnya menjatuhkan pidana kepada terdakwa korupsi, kudu didasarkan pada sekurang-kurangnya dua perangkat bukti nan sah. Hal itu katanya, sesuai mandat KUHAP pasal 183.
“Hakim ketika memutus (perkara) itu, didasarkan pada perangkat bukti dan keyakinannya. Jika media datang (meliput) di persidangan, dapat memandang apakah bukti-bukti nan diajukan oleh para pihak dan bukti-bukti tersebut telah dipertimbangkan dengan baik oleh Hakim,” ujar Sunarto kepada awak Media di Gedung MA pada Jumat (27/12).
Sunarto mengatakan perangkat bukti nan ada dalam persidangan untuk membikin keputusan perkara, berasal dari penuntut umum, penasehat hukum, alias terdakwa. Selain perangkat bukti, dikatakan bahwa pengadil dalam memutus perkara juga dituntut untuk mempertimbangkan tiga asas.
“Putusan juga kudu memenuhi tiga perihal nan pertama menciptakan adanya kepastian hukum, kedua kudu menciptakan alias memberikan keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat nan mencari keadilan,” kata Sunarto.
Sunarto menegaskan bahwa putusan pengadil terhadap perkara tindak pidana korupsi pasti telah dipertimbangkan secara bijak dan musyawarah. Ringan alias tidaknya putusan perkara, ditentukan oleh perangkat bukti nan disampaikan.
“Dari situlah pengadil memutus, menggabungkan dan meramu alat-alat bukti nan ada ditambah dengan keyakinan. Jadi putusan ini bukan berasas info katanya, tetapi Hakim dalam memutus berasas perangkat bukti nan ada,” imbuhnya.
Lebih lanjut saat ditanya mengenai wacana Presiden Prabowo Subianto nan bakal mengampuni koruptor melalui rehabilitasi, abolisi dan amnesti serta mengampuni koruptor andaikan mengembalikan duit kerugian negara, Sunarto enggan memberi komentar lebih jauh. Menurutnya, perihal itu adalah kewenangan prerogatif Presiden.
“Wacana mengenai pemaafan terhadap para koruptor, kami tidak bisa memberikan tanggapan alias komentar lantaran itu adalah kewenangan prerogatif dari Presiden selaku kepala negara. Jadi, kami tidak bakal mengomentari masalah ini,” tandasnya. (Dev/P-2)