INDONESIA kantongi komitmen investasi baru senilai US$7,46 miliar, setara Rp120 triliun, dari hasil lawatan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Rosan Roeslani ke Tiongkok. Pertemuan dilakukan dengan sejumlah perusahaan besar dari 'Negeri Tirai Bambu'.
Pertemuan dengan Geely Auto Group, misalnya, membahas potensi investasi dalam pengembangan industri otomotif di Indonesia. Geely merupakan salah satu produsen otomotif dunia terkemuka dan pemegang saham di beberapa merek mobil terkenal Eropa, di antaranya Volvo, Daimler, dan Lotus. Di Asia Tenggara, Geely menjadi pemegang saham minoritas Proton.
Saat ini, Geely telah berkomitmen melakukan kerja sama perakitan industri mobil listrik dengan perusahaan Indonesia.
"Kami melihat, di Indonesia potensi pengembangan mobil berbahan bakar metanol sangat besar, lantaran Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dan kita tahu bahwa metanol itu salah satunya dari sawit," kata Rosan dikutip dari keterangan pers, Senin (23/12).
Lalu pertemuan dengan Zhenshi Holding Group Co., Ltd. nan telah berinvestasi di beberapa proyek peleburan nikel, antara lain di Maluku Utara dan Morowali. Anak perusahaan Zhenshi, ialah Jushi Group, adalah salah satu produsen fiberglass terbesar di dunia.
Jushi Group berencana melakukan investasi baru sebesar US$1 miliar pada tahap pertama di bagian industri fiberglass, dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja 4.500 orang.
Rosan menyatakan, pemerintah mendukung rencana investasi perusahaan di industri fiberglass dan sektor lainnya.
"Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo mempunyai empat program prioritas di antaranya hilirisasi, ketahanan pangan, dan ketahanan energi. Tentunya, kami menyambut baik jika Zhenshi Group juga mempunyai minat investasi di sektor pertanian dan energi," jelasnya.
Kemudian pertemuan dengan Wankai New Materials (Zhink Group) nan merupakan bagian dari Zhink Group untuk membahas minat investasi di sektor industri turunan petrokimia.
Total rencana investasi ini mencapai US$1 miliar nan bakal dilakukan dalam tiga tahap. Zhink Group sendiri merupakan produsen PET (Polietilena Tereftalat) terbesar ke-3 di Tiongkok dan terbesar ke-5 di dunia.
Zhink Group berencana berinvestasi di Cilegon dengan menggandeng perusahaan dunia lainnya. Masuknya investasi dari perusahaan itu diharapkan dapat membantu Indonesia mensubtitusi impor guna memenuhi kebutuhan PET di dalam negeri.
Selanjutnya, pertemuan dengan Hongshi Holding Group nan berencana mengembangkan area industri nan bakal memproduksi silikon, polisilikon (bahan baku solar panel), baterai beserta komponennya, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 gigawatt. Rencananya, bangunan investasi baru senilai US$5 miliar ini bakal dilakukan secara bertahap.
Rosan menjelaskan, Indonesia mempunyai potensi investasi nan luar biasa di sektor renewable energy dengan total lebih dari 3.700 gigawatt, 3.000 gigawatt di antaranya berasal dari solar energy.
"Kami membujuk penanammodal dunia untuk turut andil di sektor renewable energy karena ini sejalan dengan sasaran Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060 or sooner," kata dia.
Berikutnya, pertemuan dengan Huayou Holding Group nan telah mempunyai investasi di 15 proyek dengan penyerapan 20 ribu tenaga kerja. Huayou juga bekerja sama dengan beberapa mitra domestik, di antaranya Antam, MIND ID, Merdeka Battery Materials, dan Vale Indonesia.
Saat ini, letak proyek Huayou tersebar di tiga letak utama, ialah Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), dan Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP). Ke depan bakal dikembangkan di Sorowako dan Buli.
Total investasi Huayou di Indonesia telah mencapai US$6,3 miliar dan telah sukses mengintegrasikan pertambangan smelter (HPAL, RKEF), pemurnian (refinery), dan prekursor.
"Kami mengapresiasi investasi Huayou nan telah melangkah di Indonesia. Untuk ke depannya, kami mendorong Huayou untuk dapat mengembangkan investasi nan lebih ke hilir dengan pemberian nilai tambah prekursor menjadi katoda sampai dengan battery recycling," ungkap Rosan.
Selanjutnya, pertemuan dengan CEEC, CITIC, dan Zhuhai Hongwan Ocean Fisheries. Bersama CEEC, dibahas mengenai potensi investasi di sektor daya baru terbarukan (EBT), terutama pemanfaatan sumber daya angin lepas pantai di Indonesia. Selain itu, perusahaan itu juga menyatakan minatnya di sektor industri green-hydrogen, amonia, dan metanol.
Sementara pertemuan dengan CITIC mendiskusikan potensi kerja sama dalam beberapa program pemerintah, antara lain mendukung pembangunan 3 juta rumah per tahun, ketahanan pangan melalui peningkatan produktivitas padi dan jagung, serta ketahanan daya melalui revitalisasi sumur minyak.
Sejak didirikan tahun 1979, CITIC telah menjadi bagian krusial dalam pengembangan ekonomi Tiongkok. Total aset CITIC diperkirakan mencapai US$1,6 triliun nan menjadikannya sebagai salah satu perusahaan BUMN dan juga grup konglomerat terbesar di Tiongkok.
Lalu pertemuan dengan Zhuhai Hongwan Ocean Fisheries nan menyampaikan bakal bekerja sama dengan mitra lokal untuk pengembangan investasi di sektor perikanan di Indonesia bagian timur dengan total investasi sebesar US$460 juta. (Mir/E-2)