MENTERI Agama Nasaruddin menghadiri Haul ke-15 Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Nasaruddin bercerita bahwa perkembangan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia tidak terlepas dari peran dan kebijakan Gus Dur.
Proses Transformasi IAIN menjadi UIN berjalan sejak era 2000-an. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) pertama nan berubah corak menjadi UIN adalah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Mei 2022, disusul IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dua tahun kemudian, Juni 2004.
“Saat saya menjadi Direktur Eksekutif perubahan IAIN menjadi UIN Jakarta, waktu itu saya menjabat sebagai Pembantu Rektor IV. Gus, tolong tanda tangani ini? Gak mungkin, ngapain. Jadi Gus Dur tidak setuju perubahan IAIN menjadi UIN. Sama dengan Nurcholish Madjid/Cak Nur, ngapaian, itu bakal membikin lenyap Fakultas agamanya ditelan pengetahuan umum,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Senin (23/12).
“Saya menjawab. Islam itu Universal. Ketika Sekoah Tinggi itu seperti empang, ketika Institut seperti danau, jika Univesitas itu seperti Samudra. Karena Islam itu Universal. Maka Universitas itu lah nan mewadahi Universal Islam,” kata Nasaruddin.
Dengan afinitas seperti ini, lanjut Nasaruddin, maka Gus Dur pun menandatangani proposal perubahan IAIN menjadi UIN Jakarta. “Kalau tidak ada Gus Dur, maka tidak ada UIN. Beliaulah nan mempunyai tandatangan nan menjadikan UIN-UIN berkembang hingga sekarang. Seandainya tidak ada Gus Dur tidak ada UIN,” terang Nasaruddin.
Haul KH Abdurrahman Wahid dihadiri Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, dan family besar almarhum. Sejumlah tokoh krusial juga hadir, di antaranya, Kepala Badan Penyelenggara Haji, Gus Irfan, Pj Gubernur Jatim, Wakil Gubernur, Direktur Pesantren, Basnang Said, Karo Humas, dan Komunikasi Publik, Akhmad Fauzin, para berilmu ulama, para kyai, nyai, dan ribuan Masyarakat Indonesia. Kehadiran Menag di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, sekaligus memberikan support untuk Pesantren.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, KH Abdul Hakim Mahfudz menyampaikan terima kasih kepada seluruh nan datang pada malam puncak haul Gus Dur ke 15.
“Malam ini kita semua dapat bermuwajahah, bersilaturahim atas wafatnya KH Abdurrahman Wahid, haul ke 15 pada malam hari ini. Banyak rangkaian aktivitas di mulai dari 19, 20 (Desember), dan puncaknya pada hari ini. Di mulai dari khatmil Qur’an, pembacaan maulid, dan malam ini pengajian Akbar,” kata KH Abdul Hakim Mahfudz.
KH Abdul Hakim Mahfudz juga menyampaikan bahwa banyak nan bisa dikenang dari sosok Gus Dur. Banyak nan ditinggalkan, sekaligus banyak warisan, dan nyaris semua orang sangat dekat dengan Gus Dur.
“Sejak muda Gus Dur sangat senang bercanda. Dulu setiap 1 Syawwal, di sini ada legal bi halal. Kami nan muda-muda ada di ruangan sebelah, biasanya di situ ada Gus Dur menjadikan kita ketawa. Suasana nan begitu serius menjadi cair,” kata KH Abdul Hakim Mahfudz.
KH Abdul Hakim Mahfudz menjelaskan bahwa banyak perihal nan bisa dikenang mengenai Gus Dur. Ada satu cerita dari Gus Sholah, ketika Gus Dur menyatakan bahwa hidup itu mudah, cari duit gak usah susah. Nah, suatu saat Gus Dur tidak punya duit. Maka, datanglah Gus Dur ke redaksi Tempo untuk mengetik sebentar, lampau minta mana duitnya. Begitu simpel hidup ini.
“Sangat sedikit di Indonesia ini nan mempunyai skill seperti Gus Dur. Literasinya, penyampaiannya baik, sangat sederhana dan mudah difahami dan menjadi solusi dari masalah. Maka mucullah istilah 'gitu aja kok repot', bagi seorang Gus Dur tidak ada nan sulit, selalu mudah dan ada Solusi,” tandas KH Abdul Hakim Mahfudz. (Des/I-2)