Respons Pbnu Dan Pengusaha Muhammadiyah Soal Kebijakan Ppn 12 Persen

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

PEMERINTAH bakal meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai alias PPN dari semula 11 persen menjadi 12 persen mulai Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan PPN 12 persen itu sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi nasional.

“Kenaikan itu sesuai dengan petunjuk Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Langkah ini bermaksud menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global,” ujar Sri Mulyani dalam konvensi pers berjudul ‘Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan’ di Jakarta pada Senin, 16 Desember 2024.

Dia menuturkan kebijakan kenaikan pajak penghasilan (PPh) ini berkarakter selektif, dan hanya menyasar peralatan dan jasa kategori mewah alias premium. Dikutip dari situs web resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), peralatan dan jasa kategori mewah alias premium di antaranya makanan, jasa rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional nan berbiaya mahal.

Menurut Menkeu, setiap peralatan dan jasa kategori mewah bakal terkena pemungutan pajak. Dia mengatakan pengenaan pajak tersebut sebagai corak pemerintah nan selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. “Sementara golongan masyarakat nan tidak bisa bakal dilindungi apalagi diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” kata dia.

Kenaikan PPN 12 persen itu mendapat respons dari beragam kalangan. Ada nan setuju, ada pula nan menentang kenaikan tersebut.

PBNU Minta Masyarakat Mendengarkan Penjelasan Pemerintah secara Utuh

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf meminta masyarakat mendengarkan penjelasan pemerintah secara utuh tentang kenaikan PPN menjadi 12 persen. Dengan begitu, kata dia, publik dapat memahami maksud dari konteks kenaikan pajak ini.

“Dan tentu saja mengenai juga dengan benefit apa nan ditawarkan kepada rakyat sebagai hasil dari kebijakan tersebut,” ujar laki-laki nan berkawan disapa Gus Yahya itu dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 20 Desember 2024.

Dia mengatakan, jika masyarakat menyimak penjelasan dari pemerintah, maka bakal mengetahui agenda dan problematika nan terdapat pada kenaikan PPN 12 persen ini. Dia berambisi masyarakat bisa memahami penjelasan pemerintah tentang PPN 12 persen ini.

“Sehingga masyarakat tidak sekadar menyerukan tuntutan-tuntutan parsial,” ucapnya.

Menurut dia, kenaikan PPN 12 persen ini mengakibatkan terganggunya hubungan dialogis pemerintah dengan masyarakat. Dia mengatakan semestinya lembaga nan mengatur kenaikan pajak ini memberikan kejelasan dengan langkah obrolan secara komprehensif kepada masyarakat.

“Semua pihak diharapkan berpikir lebih bening tentang apa nan secara objektif dibutuhkan oleh negara,” tutur Yahya.

Jaringan Pengusaha Muhammadiyah Minta Pemerintah Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen

Adapun jaringan pengusaha Muhammadiyah nan tergabung dalam Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) berambisi pemerintah membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen. Sekretaris Jenderal SUMU Ghufron Mustaqim menilai kebijakan itu tidak sensitif kepada pengusaha nan sedang berjuang di tengah penurunan daya beli masyarakat.

“Kenaikan PPN tersebut tidak sensitif terhadap dinamika bumi upaya saat ini dan malah kontraproduktif terhadap upaya pemerintah membuka lapangan pekerjaan di tengah kenaikkan nomor pengangguran,” kata Ghufron dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 15 November 2024.

Ghufron menegaskan saat ini banyak perusahaan nan kebanyakan merupakan UMKM sedang berjuang di tengah ketidakpastian ekonomi. Bahkan, kata dia, banyak nan memutuskan mengurangi jumlah tenaga kerja hingga gulung tikar sehingga rencana kenaikan PPN menakut-nakuti kelangsungan upaya mereka.

Dia menyitir info Bursa Efek Indonesia (BEI) tentang rasio untung bersih dengan pendapatan perusahaan kategori LQ45 nan hanya berkisar 11 persen. Menurutnya, untung bersih itu tidak jauh berbeda dengan tarif PPN nan bakal dikenakan.

Untuk itu, kata dia, tarif PPN nan lebih rendah bakal dapat memutar transaksi penjualan dengan lebih cepat. “Sebab, harga-harga produk bisa menjadi lebih kompetitif. Pada gilirannya, ini dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan,” ujarnya.

Ghufron mengingatkan kebijakan nan bakal bertindak pada tahun depan itu otomatis menjadikan RI negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN. Sebagai perbandingan, PPN di Malaysia hanya enam persen. Adapun di Singapura dan Thailand sebesar 7 persen. Kenaikan pajak bakal semakin memberatkan beban kalangan pengusaha, termasuk di sektor UMKM.

“Di Vietnam, Kamboja, dan Laos PPN-nya sebesar 10 persen. Alih-alih dinaikkan, PPN di Indonesia semestinya diturunkan lagi ke 10 persen seperti semula, dan secara berjenjang turun ke 6-7 persen. Ini untuk mendorong konsumsi masyarakat,” ucap Wakil Ketua Lembaga Pengembang UMKM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu.

M. Raihan Muzzaki dan Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Pilihan editor: BNPT Antisipasi Ancaman Terorisme saat Natal dan Tahun Baru 2025