Universodelibros.com, Jakarta - Konflik Rempang kembali memanas setelah puluhan petugas PT Makmur Elok Graha (MEG) menyerang posko penduduk penolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City pada Rabu awal hari, 18 Desember 2024. Penyerangan itu terjadi di Posko Sungai Buluh, Posko Sembulang Hulu serta Posko Ansor dan menyebabkan delapan penduduk luka-luka.
Menurut Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (Amar GB), Ishak, penyerangan itu adalah tindakan jawaban setelah penduduk menangkap satu dari dua petugas PT MEG nan merusak spanduk penolakan PSN Rempang Eco-City pada Selasa malam, 17 Desember 2024. Warga geram lantaran tindakan perusakan tersebut dilakukan berkali-kali.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Konflik Rempang pecah sejak lebih dari setahun lalu, tepatnya pada awal September 2023. Kala itu, sejumlah abdi negara campuran TNI dan Polri memaksa masuk ke perkampungan warga. Kedatangan mereka guna memasang patok tanda pemisah lahan untuk proyek Rempang Eco City. Padahal masyarakat tempatan belum sepakat digusur.
Masyarakat budaya pun menolak kehadiran campuran abdi negara dengan melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Namun, polisi dan tentara tersebut bersikeras merangsek masuk ke pemukiman warga. Dilaporkan sedikitnya 20 orang penduduk alami luka ringan hingga berat akibat tragedi.
Sebagai pengikat ingatan, Tempo merangkum gimana terjadinya tragedi Rempang dan rentetan peristiwa nan menyertainya. Mulai dari musabab, pecah konflik, rayuan pemerintah, upaya relokasi, hingga beragam tragedi, berikut kilas kembali bentrok Rempang nan hingga sekarang tetap menghantui masyarakat tempatan:
Penyebab Konflik
Penyulut pecahnya bentrok di Pulau Rempang bermulai dari wacana pemerintah merombak wilayah tersebut menjadi The New Engine of Indonesia’s Economic Growth. Rencana itu kemudian dimasukkan ke dalam PSN dengan nama Rempang Eco City. Beleidnya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023.
Pengembangan proyek ini adalah hasil kerja sama antara pemerintah pusat melalui Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam namalain BP Batam dan Pemerintah Kota Batam dengan PT MEG nan merupakan anak upaya Artha Graha, golongan upaya nan dibangun Tomy Winata.
Kawasan Rempang Eco City direncanakan dibangun di atas lahan seluas 165 kilometer persegi. Dalam pengembangannya, PT MEG bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai area industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi. Proyek itu diharapkan bisa mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia.
Total investasi pengembangan proyek mencapai Rp 43 triliun. PT MEG dilaporkan juga telah menggandeng Xinyi International Investment Limited, calon penanammodal nan bakal membangun pusat pengolahan pasir kuarsa dan pasir silika di Rempang. Pemerintah menyatakan komitmen investasi ini bakal mencapai Rp 381 triliun hingga 2080.
Dengan nilai investasi itu, pengembangan Pulau Rempang diharapkan dapat memberi akibat terhadap pertumbuhan ekonomi (spillover effect) bagi Kota Batam serta wilayah di Kepri. Pemerintah Indonesia juga menargetkan, pengembangan Kawasan Rempang Eco-City dapat menyerap lebih kurang 306.000 tenaga kerja hingga 2080 mendatang.
Ratusan penduduk Rempang saat unjuk rasa di Kampung Sembulang Hulu, Pulau Rempang, Rabu, 4 Desember 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Pecah bentrok
Namun rencana itu terhalang masyarakat budaya Pulau Rempang nan bertempat tinggal di 16 kampung tua. Meraka menolak direlokasi ke wilayah lain, ialah Pulau Galang. Warga menilai kampung mereka mempunyai nilai historis dan budaya nan kuat, apalagi sebelum Indonesia merdeka. Penolakan berbuntut berantem pada 7 September tersebut.
Meski telah diblokade warga, abdi negara terus merangsek masuk wilayah Rempang, memukul mundur para penduduk lewat gas air mata. Bahkan, semburan gas air mata tersebut telah sampai hingga ke sekolah. Akibatnya, beberapa siswa dikabarkan mengalami pingsan. Padahal, para pembimbing di SD tersebut sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakkan ke arah sekolah.
Suasana mencekam Pulau Rempang juga beredar di media sosial. Dalam sebuah video, terlihat salah satu sekolah di Rempang dipenuhi asap. Beberapa pembimbing juga tampak berlarian membawa beberapa siswa untuk pergi melalui pintu belakang sekolah. Terdapat 6 penduduk ditangkap, puluhan orang luka, beberapa anak mengalami trauma, dan satu anak mengalami luka akibat gas air mata nan dilepaskan aparat.
Warga geruduk Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam)
Beberapa hari setelahnya, tepatnya pada Senin, 11 September, ribuan masyarakat budaya Melayu Kepri menggeruduk instansi BP Batam. Mereka menolak penggusuran, mendesak TNI dan Polri membubarkan posko nan didirikan di Rempang Galang, menghentikan intimidasi kepada orang Melayu, dan menuntut Jokowi membatalkan penggusuran kampung tua Pulau Galang.
Aksi ini sempat menyebabkan ricuh merusak kaca-kaca dan pagar instansi BP Batam. Massa membubarkan diri setelah ditembakkan gas air mata. Buntut dari tindakan tersebut, sebanyak 43 orang penduduk Rempang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kericuhan saat demo penolakan pengembangan Kawasan Rempang Eco City nan terjadi pada 7 dan 11 September 2023.
“Sebanyak 26 ditetapkan sebagai tersangka di Polresta kasus tanggal 11 September, tambah delapan nan tanggal 7 September. Di Polda ada sembilan tersangka, jadi total 43,” ujar Kapolresta Barelang Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto di Batam, Kepulauan Riau, Jumat, 15 September 2023.
Pulau Galang disebut bukan milik penduduk
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) saat itu, Mahfud MD juga menyinggung tentang status tanah di Pulau Rempang. Dia menjelaskan bahwa sebenarnya pada 2001-2002, negara telah memberikan kewenangan atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan berupa kewenangan guna usaha. Hanya saja, sebelum penanammodal masuk, tanah di Pulau Rempang itu belum digarap dan tidak pernah dikunjungi.
“Tanah Rempang itu, sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan untuk digunakan dalam kewenangan guna usaha. Sebelum penanammodal masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok,” kata Mahfud, Jumat, 8 September 2023,
Masalah baru muncul ketika di 2022 ada penanammodal nan bakal masuk. Pemegang kewenangan guna upaya kemudian datang untuk mengecek tanah di Pulau Rempang. Tetapi ternyata, tanah tersebut telah ditempati oleh masyarakat. Oleh lantaran itu, menurut Mahfud, bentrok nan terjadi bukan lantaran kewenangan atas tanah, melainkan lantaran proses pengosongannya.
“Nah proses pengosongan tanah ini lah nan sekarang menjadi sumber keributan, bukan kewenangan atas tanahnya ya, bukan kewenangan guna usahanya,” katanya.
Kondisi posko penduduk tolak PSN Rempang nan di amuk petugas PT MEG, 18 Desember 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Rayuan pemerintah
Menindaklanjuti bentrok nan terjadi antara penduduk dan aparat, Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi lampau menugaskan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai penyelenggaraan proyek investasi tersebut.
Dalam proses penyelesaiannya, pada Ahad, 17 September 2023, tiga menteri telah menggelar rapat di Hotel Marriott, Kota Batam. Termasuk Bahlil, dua lainnya ialah Menteri Agraria Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tito Karnavian.
Sebagai upaya untuk melancarkan rencana pemerintah dalam membangun PSN Rempang Eco City, Menteri Investasi saat itu, Bahlil Lahadalia menjanjikan beberapa perihal terhadap masyarakat Pulau Rempang agar berkenan dipindahkan ke Pulau Galang. Antara lain kediaman baru dan duit serta tempat tinggal sementara.
Bahlil mengatakan pemerintah bakal menyiapkan kediaman baru untuk 700 KK nan terdampak. Pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter per KK, dengan rumah jenis 45 kurang lebih senilai Rp 120 juta. Selain itu, seiring dengan masa pembangunan area kediaman baru penduduk Pulau Rempang terdampak nan bakal menyantap waktu 6 sampai 7 bulan.
“Bahlil menyebut pemerintah bakal memberikan akomodasi duit dan tempat tinggal sementara. Uang nan diberikan mencapai Rp 1,2 juta, serta akomodasi dengan biaya sewa sebesar Rp 1,2 juta nan telah dilengkapi dengan tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut,” kata Bahlil melalui siaran pers Kementerian Investasi pada Senin, 18 September 2023.
Pulau Rempang kudu kosong sebelum akhir September
BP Batam menargetkan pengosongan wilayah Pulau Rempang selesai dilakukan sebelum 28 September 2023. Tim terpadu nan terdiri TNI, Polri, BP Batam, dan Satpol PP bakal memastikan relokasi penduduk area Pulau Rempang selesai pada waktunya.
“Tanggal 28 (September ini) Pulau Rempang clean and clear untuk diserahkan kepada developer PT MEG,” kata Kapolresta Barelang Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto, Kamis malam, 7 September 2023.
Pemerintah batal kosongkan Pulau Rempang, pemukiman masyarakat bakal digeser
Pemerintah kandas merelokasi masyarakat nan bersikeras menolak dipindahkan. Pemindahan masyarakat Pulau Rempang ke Pulau Galang akhirnya dibatalkan, tak jadi dilakukan pada 28 September 2023. Kendati demikian, rencana pembangunan Rempang Eco City tetap jalan.
“Kami kasih waktu lebih, tapi kudu ada batasan. Cari titik tengah nan baik agar kita bisa bergeser dengan baik. Tapi upaya penanammodal juga dapat dilaksanakan sesuai perencanaan,” kata Bahlil dalam konvensi pers usai rapat terbatas di Istana Presiden, Senin, 25 September 2023. “Jalan aja, Insyallah enggak (dibatalkan).”
Bahlil mengatakan, pemukiman penduduk bakal digeser ke Tanjung Banon. Jaraknya tak lebih tiga kilometer dari letak rencana pembangunan Rempang Eco City. Total pemerintah bakal memindahkan lima kampung, ialah Blongkeng, Pasir Panjang, Simpulan Tanjung, Pasir Merah, dan Simpulan Hulu. Dari 900 keluarga, nyaris 300 di antaranya sudah mendaftar untuk direlokasi.
“Dengan demikian, kami geser ke Tanjung Banon. Masih di (Pulau) Rempang. Hanya 3 kilometer,” kata Bahlil.
Warga tolak digeser
Namun, Keluarga besar budaya Melayu Tempatan 16 Kampung Tua Pasir Panjang, Rempang Cate, Batam, Kepulauan Riau menyatakan tetap menolak relokasi dalam corak apa pun. Perwakilan family besar kampung budaya Melayu menegaskan mereka tak berkenan digeser sedikit pun dari tanah kelahiran nenek moyang mereka.
Kami menolak dengan tegas sejengkal pergeseran, perpindahan, relokasi alias penggusuran alias pengosongan dari tanah tumpah darah nenek leluhur kami,” kata salah seorang penduduk perwakilan dalam sebuah video nan diunggah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia alias YLBHI pada Senin, 25 September 2023.
Sejumlah terdakwa kasus kerusuhan unjuk rasa tolak relokasi Pulau Rempang berada di ruang tahanan usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, Kamis 21 Desember 2023. Kerusuhan pecah saat unjuk rasa tolak relokasi penduduk Pulau Rempang nan terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco city pada 11 September 2023 di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam. ANTARA/Teguh Prihatna
Warga disebut sudah ada nan pindah ke kediaman sementara
Sementara itu, BP Batam melaporkan sudah ada 291 penduduk nan mendaftar untuk dipindahkan ke kediaman sementara. Dari jumlah tersebut, pada Senin, 25 September, ada tiga KK nan sudah pindah ke kediaman sementara nan disediakan BP Batam. Kepada tiga KK tersebut, BP Batam menyerahkan akomodasi nan dijanjikan. Bantuan tersebut bakal terus diberikan hingga kediaman baru selesai.
“Begitu penduduk pindah, duit sewa dan biaya hidup untuk tiga bulan langsung diserahkan. Ini corak komitmen BP Batam. Alhamdulillah, sudah ada tiga KK nan pindah. Saya berharap, jumlah tersebut terus bertambah untuk ke depan,” kata dia.
Di sisi lain, Ombudsman RI tetap menelusuri kebenaran persetujuan penduduk Pulau Rempang soal relokasi untuk pengembangan Rempang Eco City. Meski BP Batam menyatakan sudah ada 291 family nan mendaftar relokasi, namun di lapangan, Ombudsman menemukan kebenaran bahwa kebanyakan penduduk tetap menolak.
“Nah, nan bersedia (direlokasi) siapa? Jangan-jangan pendatang? Jangan-jangan bukan penduduk kampung (Pulau Rempang)?” ujar Widijantoro dalam konvensi pers di Kantor Ombudsman, Rabu, 17 September 2023. “Ini sedang kami telusuri. Jangan hanya diklaim sudah sekian ratus orang (mau direlokasi).”
Pemerintah ngotot pindahkan penduduk
Meskipun terus mendapatkan penolakan, pemerintah terus ngotot untuk melakukan relokasi penduduk ke Kampung Tua Tanjung Banon. Di sana, pemerintah berjanji bakal membangunkan rumah bagi penduduk nan terkena dampak. Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, menyatakan pihaknya nyaris merampungkan rumah contoh bagi penduduk nan terkena dampak.
“Pengerjaan rumah contoh sudah masuk tahap penyelesaian. Kami berambisi seluruh proses ini dapat rampung dalam minggu ini,” ujar Tuty seperti dilansir laman resmi BP Batam, Rabu, 3 April 2024.
Perpecahan di masyarakat
Di tengah ancaman relokasi itu, penduduk Pulau Rempang merasakan Ramadan tahun ini, April, tak lagi sehikmat seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Budiman—bukan nama sebenarnya—menyatakan suasana bulan suci umat Islam itu pada tahun ini berbeda. Kerukunan dan kebersamaan penduduk nan biasanya terlihat jauh lebih kental pada Ramadan sekarang hilang.
Hal ini lantaran ada segelintir penduduk nan menerima tawaran relokasi dari pemerintah. Mereka nan menerima tawaran relokasi sekarang tak ikut lagi dalam beragam aktivitas warga. Bukan hanya aktivitas buka puasa, penduduk nan menerima relokasi juga tak lagi muncul di Masjid Al Fajri nan terletak di Kampung Tua Pasir Merah, baik untuk salat lima waktu, salat tarawih, maupun aktivitas lainnya seperti tadarus.
“Mereka (menerima relokasi) tak pernah muncul. Apalagi dalam kegiatan-kegiatan seperti ini, mereka menyendiri, lantaran aspek malu menjual kampung,” kata Budiman, nan memimpin angan dalam aktivitas buka puasa berbareng itu.
Siti Hawa, penduduk lainnya, pun merasakan aura nan berbeda pada Ramadan kali ini. Perempuan 70 tahun itu menyatakan tali silaturahmi penduduk putus lantaran adanya PSN Rempang Eco-City. Ada emosi permusuhan dari penduduk nan menolak relokasi terhadap masyarakat nan menerima. Siti menyatakan tak bisa menerima penduduk nan mau direlokasi lantaran menganggap mereka telah menjual kampung halamannya.
“Orang luar saja membantu kami. Kami nan punya kampung tidak kuat (bertahan). Kan kami malu, Melayu Rempang malu, saya malu memandang orang itu,” kata Siti.
Sosiolog dari Sajogyo Institute, Eko Cahyono, menyatakan perpecahan itu merupakan segregasi alias pengkotak-kotakan secara sosial nan berbasis konflik. Menurut dia, kondisi itu cukup parah lantaran berada di ranah keseharian nan berada pada wilayah intim alias wilayah religiositas.
“Konstruksi religiositas itu, sebenarnya, sama-sama untuk memuji Tuhan, sehingga jika tujuannya itu mengabaikan hal-hal nan sifatnya turunan dari kepercayaan itu, apalagi menyentuh khilafiah, seperti tidak mau lagi sama-sama tadarusan, tarawih, saling enggak terima, itu kan wilayah nan enggak ada hubungan. Seharusnya mereka bisa tenteram di situ,” kata Eko.
Kelanjutan proyek Rempang Eco City
Lama tak terdengar, rupanya pembangunan Rempang Eco City terus berlanjut. Kabar ini terendus setelah BP Batam serta pemerintah Kota Batam dan PT Makmur Elok Graha menggelar rapat koordinasi pengembangan Rempang Eco City mengenai realisasi serta beberapa rencana tindakan untuk mendukung investasi di Rempang, salah satunya pemenuhan kebutuhan prasarana dasar.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menilai pemerintah dan BP Batam sama sekali tidak mempedulikan aspirasi masyarakat nan hingga saat ini tetap tetap memperkuat di kampung mereka dan menolak untuk direlokasi. Rapat koordinasi berjalan setelah ada kunjungan dan konvensi pers Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto di Kota Batam mengenai Investasi Rempang Eco – City pada 12 Juli 2024.
“Kedua agenda pemerintah ini menunjukkan seolah penolakan masyarakat terhadap rencana pembangunan PSN Rempang Eco-City tidak berfaedah apapun,” kata Boy Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau dalam keterangan tertulis, Kamis, 25 Juli 2024.
Boy menilai Pemerintah semestinya tidak memaksakan kehendaknya untuk tetap melanjutkan investasi Rempang Eco-City, lantaran sampai saat ini kebanyakan penduduk Rempang tetap menolak untuk direlokasi. Menurutnya, masyarakat Rempang tetap tetap mau hidup dan menjaga tanah budaya leluhur mereka nan mereka tempati sejak dulu.
Proyek Rempang Eco City jadi teror bagi masyarakat
Tidak hanya menakut-nakuti keberadaan rumah dan tanah warga, Rempang Eco City juga mengganggu mata pencaharian mereka. Hal ini diungkapkan oleh Miswadi, 46 tahun, penduduk Rempang nan datang ke Jakarta untuk melakukan tindakan demonstrasi pada pertengahan Agustus lalu.
Menurutnya, proyek ini telah menyebabkan gangguan besar terhadap ekonomi penduduk setempat, terutama mereka nan bekerja sebagai nelayan dan petani. Kata dia, intimidasi dan ketakutan nan melanda penduduk akibat proyek ini telah membikin mereka kehilangan konsentrasi dalam bekerja.
“Sekarang seperti nelayan, dia kan kudu ke laut. (Sementara ada) penjagaan di daerah, apakah dia bisa konsentrasi ke laut? Kan tidak,” ujarnya kepada Tempo usai tindakan demo di depan Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu, 14 Agustus 2024.
Gangguan psikologis ini, menurut Miswadi, telah menyebabkan penurunan pendapatan nan signifikan di kalangan warga. Dia mencontohkan gimana petani nan biasanya bekerja dengan produktif di ladang sekarang tidak bisa konsentrasi lantaran cemas dengan kemungkinan datangnya abdi negara alias pihak nan tidak bertanggung jawab ke kampung mereka.
“Konsentrasi kita tidak ada, pendapatan kita pasti turun,” ujar laki-laki nan juga bekerja sebagai petani sekaligus nelayan ini.
Tidak hanya itu, proyek ini juga telah menghentikan beberapa aktivitas ekonomi peternakan nan sebelumnya menjadi sumber penghasilan warga. Miswadi menyebut kandang-kandang ayam nan dimiliki penduduk sekarang telah ditutup akibat rencana relokasi. “Beberapa kandang ayam sudah tutup sekarang lantaran mau direlokasi,” kata dia.
Miswadi mengungkapkan janji pemerintah untuk mengganti pekerjaan penduduk nan lenyap akibat proyek ini belum terealisasi. Warga pun makin cemas dengan masa depan ekonomi mereka. “Kalau menunggu pembangunan baru, kapan? Harus memerlukan waktu nan panjang. Apakah sanggup masyarakat menunggu selama waktu itu tidak ada pekerjaan? Kan enggak mungkin,” ucapnya.
Rempang memanas lagi
Konflik Rempang Eco City pun sempat memanas setelah penduduk mengambil alih pos Tim Terpadu PSN Rempang Eco City BP Batam di Simpang Dapur 6, Sembulang pada Jumat siang, 30 Agustus 2024. Warga mendatangi pos tersebut dan meminta petugas Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam nan berjaga untuk hengkang.
Sebab, pos itu dibangun penduduk sebagai tempat anak-anak berlindung menunggu bus antar jemput sekolah. Setahun terakhir, setelah muncul bentrok Rempang, BP Batam menguasai pos tanpa izin. “Selama nyaris setahun ini anak sekolah menunggu di tempat lain, padahal kami buat pos ini untuk anak-anak kami agar tidak kena hujan, tidak panas,” kata Asmah, penduduk Rempang, Jumat.
Tim Terpadu PSN akhirnya bersedia meninggalkan pos setelah sempat terjadi cekcok. Namun mereka kembali datang pada malam harinya dan mendirikan gardu baru di samping pos tersebut. Adu mulut kembali terjadi malam itu. Warga tetap tidak terima BP Batam membangun posko di sana. Kawasan Simpang Dapur 6 bukan aset BP Batam.
“Tugas BP Batam itu menjaga aset BP Batam, di sini tidak satu pun aset BP Batam, aset BP Batam itu hanya di kampung Tanjung Banun,” kata Miswadi, juga penduduk Rempang, kepada Tempo, Sabtu, 31 Agustus 2024.
Menurut Miswadi, Tim Terpadu PSN Ditpam BP Batam mengatakan bakal membangun pos di Kampung Tanjung Banun. Kawasan ini merupakan tempat relokasi baru nan sedang dibangun BP Batam. Namun, keesokan harinya, Tim Terpadu PSN justru kembali datang dengan dikawal satu kompi prajurit TNI.
“Padahal ketua mereka bilang bakal bangun posko di Kampung Tanjung Banun, tetapi tadi (Sabtu siang) datang lagi,” kata Wadi, sapaannya.
Ditpam BP Batam dan tentara beralasan, mereka membangun pos itu untuk pengamanan pemilihan kepala wilayah alias pilkada 2024 di sekitaran simpang Sungai Buluh. Warga tetap menolak lantaran mereka menilai pengamanan pilkada bukanlah kewenangan BP Batam. Tugas BP Batam menjaga aset nan mana tidak ada wilayah tersebut
“Tetapi tetap kami tolak. Dengan argumen pilkada itu mustahil, pengamanan pilkada bukan kewenangan BP Batam. BP Batam itu tugasnya menjaga aset BP Batam, sementara di sini bukan aset BP Batam,” tegas Wadi.
Yogi Eka Sahputra, Intan Setiawanty dan Hendrik Yaputra, Riri Rahayu, Daniel A. Fajri, Reno Eza Mahendra, Raden Putri, Mhd Rio Alpin Pulungan dan Antara berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.