Rektor Tanggapi Soal Guru Besar Ipb Dilaporkan Usai Hitung Kerugian Lingkungan Kasus Timah

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Kota Bogor (Universodelibros) - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) University Prof Arif Satria menanggapi soal Guru Besar IPB Prof Bambang Hero Saharjo nan dilaporkan ke Polda Bangka Belitung usai menghitung kerugian lingkungan saat menjadi saksi mahir dalam kasus tata niaga timah nan melibatkan Harvey Moeis.

"Kami memandang bahwa gugatan terhadap saksi mahir atas keterangan di persidangan dapat merusak tatanan norma di Indonesia," kata Prof Arif dalam keterangannya kepada ANTARA di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Menurut Prof Arif, jika semua saksi mahir nan dihadirkan dalam persidangan untuk diminta keterangan oleh majelis pengadil dapat digugat alias dikriminalisasi pihak tertentu, maka tidak bakal ada lagi mahir nan mau ditugaskan sebagai saksi mahir di pengadilan.

Jika ini terjadi, kata dia, maka bakal semakin mempersulit pengadil dalam mengambil putusan, dalam kasus perkara tertentu.

"Kami meminta agar negara melindungi semua pengajar nan menjadi saksi ahli. Terlebih lagi nan dilakukan oleh Prof. Bambang Hero, nan ditunjuk sebagai saksi mahir untuk memihak negara melawan perusahaan nan melakukan perusakan lingkungan," ujarnya.

Prof Arif menjelaskan, untuk memperkuat perlindungan bagi pengajar nan menjadi saksi ahli, maka pemerintah perlu mengeluarkan peraturan pemerintah tentang perlindungan pengajar dan pembimbing sebagai penerapan UU Dosen dan Guru.

Diketahui, Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung Andi Kusuma melaporkan Prof Bambang Hero Saharjo ke Kepolisian Daerah Bangka Belitung pada hari Rabu, 8 Januari 2025.

Dalam laporan tersebut, Andi menuduh Prof Bambang memberikan info nan tidak sesuai dengan kebenaran alias keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal ini menyatakan bahwa siapa pun nan dalam keadaan di mana undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah, baik secara lisan maupun tertulis, namun justru memberikan keterangan tiruan di atas sumpah, dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Jika keterangan tiruan tersebut diberikan dalam perkara pidana nan tersangkanya diancam dengan pidana meninggal alias penjara seumur hidup, pelaku dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Kasus ini bermulai dari permintaan Kejaksaan Agung Republik Indonesia kepada Prof. Bambang untuk melakukan kalkulasi mengenai kerugian negara nan diakibatkan oleh kerusakan lingkungan di wilayah tambang Bangka Belitung. Berdasarkan hasil analisisnya, Prof. Bambang menyatakan bahwa kerugian nan ditimbulkan mencapai nomor nan sangat besar, ialah Rp271 triliun.

Namun, nomor tersebut memicu kontroversi. Andi Kusuma mempertanyakan skill dan kompetensi Prof. Bambang sebagai saksi mahir dalam melakukan perkiraan kerugian negara.

Menurut Andi, langkah norma ini diambil lantaran adanya dugaan bahwa keterangan nan disampaikan oleh Prof Bambang tidak sepenuhnya jeli alias dapat dipertanggungjawabkan, sehingga berpotensi merugikan pihak-pihak terkait.

Peristiwa ini menyoroti perdebatan tentang validitas kalkulasi kerugian negara nan didasarkan pada kerusakan lingkungan, khususnya dalam kasus nan melibatkan sektor tambang di Bangka Belitung.

Andi menyebut bahwa laporan tersebut bukan hanya soal nomor nan dinilai fantastis, tetapi juga mengenai dengan prinsip keadilan dan kredibilitas saksi mahir nan memegang peran krusial dalam proses hukum.