Reaksi Parpol Kim Plus Ihwal Sikap Pdip Atas Kebijakan Ppn 12 Persen

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

Universodelibros.com, Jakarta - Partai Nasional Demokrat (Nasdem), nan merupakan personil Koalisi Indonesia Maju alias KIM Plus, menyoroti sikap tidak konsisten Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai alias PPN 12 persen nan bakal bertindak mulai 1 Januari 2025. 

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Nasdem Fauzi Amro mengatakan kebijakan tersebut merupakan petunjuk dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), nan sebelumnya telah disepakati oleh pemerintah dan DPR, termasuk oleh Fraksi PDIP.

“Penolakan PDIP terhadap kebijakan ini bertentangan dengan keputusan nan telah diambil sebelumnya,” kata Fauzi dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Senin, 23 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.

Sebelumnya, Ketua DPR sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Puan Maharani mewanti-wanti akibat kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Dia menyarankan agar pemerintah mendengarkan masukan dari beragam kalangan, termasuk para pakar, terhadap potensi nan bisa ditimbulkan atas kebijakan itu. Puan tak menyangkal kenaikan PPN 12 persen sejalan dengan petunjuk UU HPP, tetapi dia mengatakan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kudu dihitung.

Menurut Fauzi, UU HPP adalah hasil kesepakatan berbareng nan disahkan melalui Rapat Paripurna DPR pada 7 Oktober 2021. Dalam pembahasannya, Panitia Kerja (Panja) RUU HPP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit.

Untuk itu, dia menilai langkah PDIP mencerminkan sikap nan tidak konsisten lantaran telah mengingkari alias mengingkari kesepakatan nan dibuat berbareng antara pemerintah dan DPR, termasuk Fraksi PDIP nan sebelumnya menyetujui kebijakan tersebut.

“Sikap ini seperti lempar batu sembunyi tangan dan berpotensi mempolitisasi rumor untuk meraih simpati publik,” tuturnya.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem itu, kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan bagian dari reformasi perpajakan nan bermaksud memperkuat penerimaan negara serta mendukung konsolidasi fiskal. Pemerintah juga telah memberikan pengecualian PPN nol persen untuk bahan pokok.

Adapun jenis peralatan dan jasa PPN nol persen mulai 1 Januari 2025, ialah peralatan meliputi beras, daging ayam ras, daging sapi, gula pasir, beragam jenis ikan, telur ayam, cabe hijau, cabe merah, cabe rawit, dan bawang merah.

Kemudian, jasa nan tidak dikenai PPN 12 persen alias nol persen mulai Januari 2025 terdiri atas jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pikulan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rumah susun sederhana milik (rusunami), serta pemakaian listrik dan air minum.

“Langkah ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan dasar masyarakat,” ucap Fauzi.

Fauzi menuturkan Nasdem mendukung penyelenggaraan kebijakan tersebut sembari meminta pemerintah memperkuat sistem pengawasan agar tidak terjadi distorsi di pasar. Nasdem juga mendorong adanya program kompensasi alias subsidi bagi golongan masyarakat rentan untuk meminimalkan akibat kenaikan tarif PPN.

Komisi XI DPR pun, kata dia, bakal terus memantau penyelenggaraan kebijakan tersebut dan berkomitmen membuka ruang perbincangan dengan Pemerintah serta pelaku upaya untuk memastikan kebijakan melangkah sesuai tujuan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat.

Dengan rekam jejak digital nan tetap tersedia, dia pun mengingatkan PDIP untuk konsisten dengan keputusan nan telah disepakati dan tidak mempermainkan rumor tersebut demi kepentingan politik jangka pendek.

Fraksi Gerindra: PDIP nan Mengusulkan Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Hal senada diungkapkan Fraksi Partai Gerindra DPR RI, nan menyebut PDIP seperti lempar batu sembunyi tangan saat bersikap mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen.

“PDIP terus mencari simpati rakyat, tetapi mereka lupa bahwa merekalah nan mengusulkan soal kenaikan PPN 12 persen itu,” kata Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Bahtra Banong dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu, 21 Desember 2024.

Bahtra menuturkan ketua panja kenaikan PPN 12 persen pada waktu itu adalah kader PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit.

Karena itu, dia mengatakan sikap PDIP saat ini nan mempunyai sentimen negatif terhadap keputusan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal kenaikan PPN merupakan perihal nan tidak layak diperlihatkan kepada publik.

“Mereka minta batalkan, padahal pengusulnya mereka dan apalagi ketua panja adalah kader mereka. Kenapa sekarang ramai-ramai mereka tolak?” katanya.

Dia mengatakan PDIP semestinya memberikan apresiasi kepada Presiden Prabowo lantaran bertanggung jawab melaksanakan kebijakan PPN 12 persen tersebut.

“Mereka semestinya apresiasi Presiden Prabowo lantaran berani bertanggung jawab atas sebuah kebijakan nan diusulkan DPR dan pemerintahan sebelumnya, termasuk oleh PDIP pada saat itu,” ujarnya.

Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus: Salah Alamat jika Dibilang Inisiatornya PDIP

Adapun Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Deddy Yevri Sitorus membantah tudingan fraksi partainya nan mengusulkan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Dia mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, bukan atas dasar inisiatif Fraksi PDIP DPR.

Dia mengatakan pembahasan UU itu sebelumnya diusulkan oleh pemerintahan Joko Widodo pada periode lalu. PDIP, kata dia, sebagai fraksi nan terlibat dalam pembahasan, kemudian ditunjuk sebagai ketua panja.

“Jadi salah alamat jika dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, lantaran nan mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah dan melalui Kementerian Keuangan,” kata Deddy melalui keterangan tertulis pada Ahad, 22 Desember 2024.

Dia menjelaskan, pada saat itu, UU tersebut disetujui dengan dugaan perekonomian Indonesia dan dunia dalam kondisi nan baik-baik saja. Namun, kata Deddy, seiring berjalannya waktu, ada sejumlah kondisi nan membikin banyak pihak, termasuk PDIP, meminta penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen dikaji ulang.

Misalnya, seperti daya beli masyarakat nan terpuruk dan angin besar PHK di sejumlah daerah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS nan saat ini terus melemah. Dengan permintaan itu, kata Deddy, bukan berfaedah Fraksi PDIP DPR menolak PPN menjadi 12 persen.

“Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, lantaran memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya,” kata dia.

Annisa Febiola dan Antara berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Pilihan editor: Kata Waka Banggar DPR dan PDIP Soal Kebijakan PPN 12 Persen