MAJELIS pengadil punya pertimbangan dalam menjatuhkan balasan 6,5 tahun penjara kepada terdakwa dugaan rasuah pengolahan tata niaga komoditas timah di wilayah izin upaya pertambangan PT Timah Tbk, Harvey Moeis. Salah satunya ialah lantaran Harvey dianggap sopan di persidangan dan punya tanggungan keluarga.
"Sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dihukum," kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (23/12).
Hakim juga membacakan argumen pemberat hukuman. Hal nan memberatkan balasan hingga dijatuhi vonis tersebut lantaran perbuatan Harvey dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan terhadap korupsi.
Hukuman itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung). Jaksa menuntut agar majelis pengadil menjatuhkan balasan 12 tahun penjara kepada Harvey.
Selain pidana, Harvey juga dikenakan denda pidana sebesar Rp1 miliar. Bila tak bisa bayar denda maka diganti balasan penjara selama enam bulan kurungan.
Selain itu, Harvey juga dikenakan balasan bayar duit pengganti sebesar Rp210 miliar. Uang wajib dibayar selama satu bulan setelah putusan berkekuatan norma tetap.
Bila tak menyanggupi membayar, maka diganti balasan penjara tambahan. Yakni, selama dua tahun bui.
Harvey dinilai terbukti melakukan tindakan rasuah itu. Tindakan rasuah nan dilakukan menbuat negara merugi Rp300 triliun.
Harvey dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai dugaan korupsi. Sedangkan mengenai dugaan TPPU, dia dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap putusan itu, jaksa serta tim penasihat norma Harvey menyatakan pikir-pikir. Sehingga, putusan belum berkekuatan norma tetap alias inkrah. (P-5)