PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap Suparta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), mengenai kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
Suparta divonis balasan 8 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan diwajibkan bayar duit pengganti kerugian negara sebesar Rp4,57 triliun.
Jika tidak bisa bayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan norma tetap, kekayaan Suparta bakal disita dan dilelang. Jika tetap tidak mencukupi, dia bakal menjalani tambahan pidana penjara selama 6 tahun.
Menanggapi putusan tersebut, tim penasihat norma Suparta, Andi Ahmad, mengungkapkan keberatan mengenai kalkulasi kerugian negara nan mencapai Rp4,57 triliun.
Mereka menilai perlu pertimbangan lebih lanjut, mengingat untuk menghasilkan bijih timah juga memerlukan biaya eksplorasi maupun pengolahan.
"Hasilnya itu adalah biji timah. Tidak mungkin biji timah keluar langsung dari perut bumi tanpa ada biaya operasional. nan menikmati hasilnya kan PT Timah, bukan hanya pengguna kami," ujarnya seusai sidang putusan tata niaga timah, Senin (23/12).
Andi menegaskan, perlu vonis nan setara dalam kasus ini, termasuk menyangkut denda dan tanggungjawab duit pengganti, lantaran Suparta bekerja sebagai dirut di perusahaan dengan IUP nan resmi, bukan penambang ilegal
“Namun nan pasti ada satu poin nan kami tangkap bahwa PT RBT bukanlah penambang ilegal,” ucapnya.
Adapun, mengenai penyitaan harta, tim pengacara juga menyebut bahwa sebagian besar kekayaan nan dipermasalahkan telah dimiliki Suparta sebelum periode perkara dimulai pada 2015.
"Kami perlu membaca pertimbangannya lebih lanjut. Ada aset nan sudah diperoleh sejak 2010 dan 2012. Ini kudu kami kaji," tambahnya.
Baik tim norma maupun terdakwa saat ini tetap mempertimbangkan langkah norma nan bakal diambil selanjutnya. Sesuai aturan, mereka mempunyai waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah bakal mengusulkan banding.
"Kami belum menerima salinan putusan. Setelah ini, kami bakal berbincang untuk menentukan langkah norma selanjutnya," ujar Andi.
Selain Suparta, dua terdakwa lain juga dijatuhi balasan dalam kasus ini. Harvey Moeis, perwakilan PT RBT, divonis 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta duit pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Sedangkan, Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, divonis 5 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa diduga melakukan korupsi bersama-sama sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa perangkat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Harvey didakwa menerima duit Rp420 miliar berbareng Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sedangkan Suparta didakwa menerima aliran biaya sebesar Rp4,57 triliun. Kedua orang tersebut juga didakwa melakukan TPPU dari biaya nan diterima.
Sementara Reza diduga tidak menerima aliran biaya dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, dirinya didakwa terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu. (P-5)