Universodelibros.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi alias MK secara resmi menghapus ketentuan presidential threshold alias periode pemisah pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen. Penghapusan ketentuan tersebut berasas pembacaan putusan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan, pada Kamis, 2 Januari 2025.
Penghapusan presidential threshold sebesar 20 persen tersebut mendapatkan respons dari Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial alias Center for Law and Social Justice (LSJ), Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (UGM), Markus Togar Wijaya. Ia menilai, penghapusan presidential threhold dapat memberikan akibat negatif, ialah melahirkan calon pemimpin demagog.
“Hilangnya presidential threshold bakal berpotensi membikin gelanggang pilpres bisa diisi lebih dari dua calon presiden dan wakil presiden. Artinya, sebagai masyarakat kita dihadapkan pada potensi kemunculan calon pemimpin demagog. Demagog artinya seorang nan pandai menghasut, memproduksi janji-janji manis, rakus terhadap nafsu kekuasaan daripada logika sehat, dan pandai menjilat,” kata Markus kepada Tempo.co, pada Ahad, 5 Januari 2025.
Markus mengungkapkan, untuk mengatasi kelahiran calon pemimpin demagog, masyarakat perlu mempertajam kecerdasan. Sebab, calon pemimpin dapat mempunyai latar belakang apa pun, tetapi kudu melalui tahap pengetesan setiap idenya.
“Pada titik ini, penduduk negara perlu melipatgandakan pencerdasannya agar terhindar dari manipulasi calon pemimpin demagog. Seorang calon pemimpin, apapun latar belakangnya kudu diuji idenya dan ditelusuri latar belakangnya. Dari situ kita bisa mengetahui arah mobilitas bangsa ini kedepan,” ujar Markus.
Dilansir garuda.kemdikbud.go.id, pemimpin demagog adalah prototipe perayu massa. Biasanya, orang nan terjun dalam bumi politik condong menjadi demagog. Sebab, demagog bisa menyesuaikan diri dalam situasi paling membingungkan dengan menampilkan wajah sebanyak kategori sosial rakyat.
Demagog bakal meyakinkan kepada rakyat bahwa dia berpikir dan merasakan penderitaan sama. Demagog tidak bakal menegaskan pendapat pribadi, tetapi pernyataannya mengalir berbareng dengan pendapat pendukungnya. Akibatnya, pemimpin demagog mengandalkan kelenturan wacana nan dibangun melalui khazanah politik ambigu agar bisa ditafsirkan sesuai angan pendengarnya.
Pemimpin demagog sangat efektif untuk menggalang support politik dari rakyat secara luas lantaran mempunyai karakter khas. Berikut adalah karakter demagog, yaitu:
1. Mencari Kambing Hitam
Pemimpin demagog selalu mencari kambing hitam atas segala masalah. Akibatnya, kebencian terhadap suatu golongan tertentu ditumbuhkan, dipelihara, dan diperkuat diperdahsyat identitasnya.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
2. Argumen Selalu Menyerang Pribadi
Seorang demagog dalam bumi politik selalu berdasar ad hominem. Argumen nan digunakan demagog selalu menyerang pribadi orang alias lawan. Selain itu, argumen nan digunakan sebagai senjata demagog berasosiasi dengan kepemilikan kelas disertai kebencian.
3. Ahli Membuat Skematitasi
Pemimpin demagog lihai membikin skematisasi dengan menyederhanakan pendapat alias pemikiran. Dengan langkah ini, pemimpin demagog bisa mempunyai efektivitas sosial sehingga menjadi opini dan keyakinan. Demagogi ini nan kemudian memunculkan wacana kebencian terhadap pihak-pihak tertentu, terutama musuh politiknya.
Karakteristik pemimpin demagog tersebut dapat merusak demokrasi. Dengan demikian, masyarakat kudu meningkatkan kecerdasannya dalam memilih pemimpin dalam Pilpres mendatang lantaran pemimpin demagog dapat muncul akibat penghapusan presidential threshold.
Raihan Muzzaki turut berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Peneliti LSJ FH UGM: Dampak Negatif Hapus Presidential Threshold Bisa Munculkan Pemimpin Demagog, Apa Artinya?