Penasihat Hukum Tak Terima Aset Sandra Dewi Ikut Dirampas Untuk Negara

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
Penasihat Hukum Tak Terima Aset Sandra Dewi Ikut Dirampas untuk Negara Selebritas Sandra Dewi (kiri) dikonfontir kesaksianya dengan keterangan terdakwa Harvey Moeis saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Ti(MI/Usman Iskandar)

PENASIHAT norma terdakwa Harvey Moeis, Andi Ahmad, tak terima atas putusan majelis pengadil nan memerintahkan penyitaan seluruh aset kliennya, termasuk kekayaan istri Harvey, Sandra Dewi, dalam kasus korupsi timah. Menurutnya, Harvey dan Sandra sebelumnya telah menyepakati perjanjian pisah kekayaan sebelum menikah.

"Kalau semua kekayaan ini disita, termasuk nan atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam," ujar Andi saat ditemui usai sidang pembacaan putusan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/12). 

Menurut Andi, perampasan aset tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengenai dasar pertimbangan hakim. Untuk itu, pihaknya bakal mencermati salinan putusan nantinya, sebelum mempertimbangkan langkah norma lebih lanjut dalam waktu tujuh hari ke depan.

Dalam konteks hukum, kata dia, perjanjian pisah kekayaan memungkinkan pasangan suami istri untuk memisahkan kepemilikan dan pengelolaan aset.

Dengan demikian, kekayaan nan sudah dipisahkan secara norma semestinya tidak bisa dianggap sebagai bagian dari kekayaan terdakwa nan dapat disita.

Selain lantaran telah adanya perjanjian pisah harta, Andi juga menyoroti banyaknya aset nan dirampas meski sudah diperoleh Harvey sebelum tempus perkara alias terjadinya tindak pidana, ialah pada 2015.

Dia menuturkan terdapat beberapa aset nan diperoleh pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi.

"Ini nan bakal kami dalami dalam kajian kami," katanya.

Dia mengungkapkan beberapa aset Sandra nan turut disita dalam kasus tersebut, ialah berupa tas, logam mulia, dan rekening simpanan senilai Rp33 miliar.

Harta itu, kata dia, dimiliki jauh sebelum tempus perkara dan merupakan penghasilan atas perjanjian pekerjaannya sebagai aktris ataupun model.

Adapun Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memerintahkan seluruh aset terdakwa Harvey Moeis nan disita oleh jaksa penuntut umum agar dirampas untuk negara.

Perintah tersebut seiring dengan Harvey nan telah divonis secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian duit (TPPU) secara bersama-sama pada kasus korupsi timah.

"Barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai duit pengganti kerugian negara nan bakal dibebankan terhadap terdakwa," ucap pengadil personil Jaini Basir dalam sidang pembacaan putusan majelis pengadil di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Harvey telah divonis pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan lantaran terbukti melakukan korupsi dan TPPU dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015–2022.

Selain pidana penjara, Harvey juga dikenakan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan andaikan denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran duit pengganti sebesar Rp210 miliar subsider dua tahun penjara.

Dengan demikian, Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ke-1 KUHP.

Dalam perkara tersebut, Harvey sebelumnya diduga menerima duit Rp420 miliar berbareng Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim dan melakukan pencucian duit untuk membeli beragam peralatan mewah, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.

Kerugian itu meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa perangkat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan. (Ant/P-5)