PENDIDIKAN berkedudukan krusial dalam menyiapkan generasi untuk menghadapi tantangan global. Sistem pendidikan Indonesia kudu bertransformasi, tidak hanya mengejar ketertinggalan akademik, tetapi juga membekali siswa dengan keahlian berpikir kritis, kreatif, dan adaptif.
Pilihan Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk menerapkan strategi pembelajaran mendalam (deep learning) di pendidikan dasar dan menengah layak diapresiasi. Kebijakan ini menargetkan inti mutu pendidikan—proses belajar di kelas—alih-alih sekadar merombak kurikulum seperti nan kerap dilakukan sebelumnya. Langkah ini dinilai strategis untuk membekali siswa menghadapi perubahan dunia nan sigap dan kompleks. Terutama, mengingat hasil PISA 2000–2022 menunjukkan capaian pendidikan Indonesia nan stagnan dan belum bisa menembus skor 400.
Dengan pendekatan ini, sekolah diharapkan bisa mengajarkan keahlian berpikir kritis, memecahkan masalah, dan belajar mandiri, nan menjadi kunci keberhasilan di era modern.
Pembelajaran mendalam
Pada tataran implementasi, pembelajaran mendalam bakal dapat mengalami tafsir nan beragam, tergantung perspektif pandang dan penafsiran para mahir tentang kurikulum. Satu pemikiran ada nan mengaitkan konsep pembelajaran mendalam dengan pengetahuan konten. Para pendukung nan berorientasi pada konten ini mengatakan bahwa keahlian untuk mengasimilasi pengetahuan baru sangat dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya, dan karenanya kunci pemahaman mendalam terletak pada gimana pembimbing membantu siswa dalam membangun pedoman pengetahuan nan luas (Wexler, 2019; Hirsch, 2016).
Kelompok ahli filsafat lain menekankan pada pengembangan keahlian proses terutama keahlian abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, dan komunikasi, nan mencakup beragam disiplin pengetahuan (Fullan, Quinn, & McEachen, 2018; Vander Ark & Schneider, 2014). Para pendukung posisi itu menyerukan sekolah untuk meningkatkan konsentrasi mereka dalam pengembangan keahlian ini, terutama melalui penggunaan pembelajaran berbasis proyek nan autentik.
Dalam setiap penyusunan kurikulum, developer kudu mengakomodasi ragam kepentingan sehingga memengaruhi besarnya muatan pengetahuan nan kudu diajarkan. Padahal, besar jumlah pengetahuan konten ditambah dengan penilaian standar (high-stake examination) nan menyertainya bakal menjadi tantangan tersendiri bagi pembimbing untuk dapat menerapkan pembelajaran mendalam. Mengajar terlalu banyak materi bakal dapat menghasilkan pembelajaran nan dangkal dan terputus-putus, kebalikan dari pembelajaran nan mendalam (McTighe 2018).
Memperhatikan situasi ini, kebijakan kurikulum perlu memperhatikan kondisi tiap-tiap sekolah/guru dalam penerapan pembelajaran mendalam. Sekolah/guru perlu diberi ruang nan cukup untuk dapat menafsirkan ulang kurikulum sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal (sekolah). Oleh lantaran itu, sekolah/guru perlu dipersiapkan dengan keahlian nan baik sehingga mereka dapat merumuskan secara berdikari pengetahuan apa nan perlu, bernilai, dan krusial (matters most) untuk diketahui siswa dalam pembelajaran.
Strategi pembelajaran mendalam
Pembelajaran berarti kudu diciptakan (meaning making) dan pemahaman kudu diupayakan untuk diperoleh (understanding must be earned) (Wiggins, 2012). Peserta didik dapat membangun makna dan pemahaman dengan menghubungkan info baru dengan pengetahuan sebelumnya, mengaitkan kebenaran dengan konsep utama, mengeksplorasi pertanyaan mendalam, dan menerapkan pembelajaran dalam beragam konteks.
Pendekatan pembelajaran mendalam berdasarkan lima prinsip utama. Pertama, memahami konsep inti dalam materi adalah konsentrasi utama siswa. Kedua, pembelajaran berarti tercapai ketika siswa diajak berpikir kritis, bertanya, dan memecahkan masalah. Ketiga, siswa perlu menerapkan pengetahuan dan keahlian mereka dalam tugas nan relevan dan kontekstual. Keempat, pembimbing kudu menggunakan strategi pengajaran nan merangsang pemikiran, menarik, dan interaktif. Kelima, siswa memerlukan kesempatan merevisi tugas dengan contoh pekerjaan nan berhasil, kriteria penilaian nan jelas, dan umpan kembali nan sigap dan konstruktif (Tharp, Estrada, & Yamauchi, 2000).
Penilaian pembelajaran mendalam
Penilaian adalah komponen krusial dalam proses pembelajaran nan perlu dirancang dan diterapkan dengan jeli untuk mendukung keberhasilan siswa dan memastikan kualitas pendidikan. Gronlund (1998), dalam Furqon (1999), menekankan bahwa tujuan utama perencanaan pengajaran adalah menciptakan pembelajaran nan efektif. Selain konsentrasi pada metode dan materi, peran penilaian juga kudu diperhatikan dalam proses pengajaran.
Stiggins (2007) menyatakan bahwa penilaian bermaksud mengumpulkan info alias info sebagai dasar pengambilan keputusan mengenai dengan pembelajaran siswa. Selain itu, penilaian juga berfaedah mendorong siswa belajar lebih optimal. Kedua tujuan itu perlu dicapai secara baik dan terukur agar sekolah dianggap efektif dan bermanfaat.
Menurut Stiggins, penilaian nan berbobot kudu bisa merekam info hasil belajar siswa secara jeli untuk mendukung penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan di beragam level. Agar hasilnya akurat, penilaian perlu memenuhi tiga standar utama. Pertama, dirancang dengan tujuan nan jelas dan terukur. Kedua, bisa menggambarkan pencapaian belajar siswa berasas kriteria nan telah ditetapkan. Dan, ketiga, disesuaikan dengan tujuan, target, serta konteks tiap-tiap sekolah.
Menilai pembelajaran mendalam melibatkan pengukuran keahlian siswa dalam menerapkan keahlian berpikir tingkat tinggi. Beberapa metode nan dapat digunakan, antara lain, pertama, penilaian kognitif untuk mengukur analisis, sintesis, penalaran, dan pemecahan masalah melalui studi kasus alias pertanyaan situasional. Kedua, penilaian berbasis proyek alias masalah nan menantang siswa untuk mengumpulkan dan menganalisis info serta merancang solusi kreatif. Ketiga, penilaian portofolio nan menampilkan kemajuan berpikir analitis, evaluatif, dan imajinatif melalui tugas reflektif alias proyek penelitian. Keempat, obrolan dan presentasi golongan untuk menilai keahlian siswa dalam berpikir kritis, menyusun argumen, dan berkolaborasi. Kelima, observasi pembimbing nan mengawasi secara langsung keahlian siswa dalam mengusulkan pertanyaan kritis, menganalisis informasi, dan menawarkan solusi berbasis bukti.
Dalam pembelajaran mendalam, penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil akhir, tetapi juga mempertimbangkan proses pembelajaran. Pendekatan ini mengakui bahwa proses memperoleh pengetahuan, menerapkan strategi berpikir, dan mengembangkan keahlian sama pentingnya dengan hasil.
Umpan balik
Umpan kembali nan membangun dapat memotivasi siswa untuk terus belajar, membantu mereka menetapkan tujuan nan realistis sesuai dengan kecepatan belajar mereka, dan mengidentifikasi area tertentu nan dapat mereka tingkatkan. Dengan mengintegrasikan penilaian nan berarti dan umpan kembali nan membangun, pembimbing dapat menciptakan lingkungan belajar nan positif dan mendukung.
Pendekatan ini tidak hanya membantu siswa menetapkan tujuan nan realistis dan mengidentifikasi area pengembangan, tetapi juga memberdayakan mereka menjadi pembelajar seumur hidup dan ahli filsafat kritis. Pada akhirnya, strategi ini mendorong hasil pembelajaran nan lebih efektif dan mempersiapkan siswa menghadapi tantangan di beragam aspek kehidupan. Wallahu a‘lam.