AKTIVIS aktivitas mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, mengingatkan para ketua dan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengenai asal usul penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Ia mengatakan, kebijakan PPN 12% nan diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pasal 7 ayat (1) huruf b adalah kebijakan nan dibuat di era ketika PDIP menjadi Ruling Party, partai nan berkuasa di pelaksana dan di parlemen.
"Sejarah kudu selalu diingat, rakyat Indonesia kudu dibukakan matanya, bukankah ketika kebijakan PPN 12%. Bukankah Ketua Panja UU nan menetapkan kebijakan PPN 12% dari Fraksi PDIP?," ujarnya.
Ia mempertanyakan sejumlah politisi PDIP nan kritik bahkan meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan kebijakan PPN 12%.
Lebih lanjut, dia menegaskan Presiden Prabowo Subianto hanya menjalankan perintah UU nan telah diputuskan oleh kebanyakan fraksi di DPR RI nan dipimpin oleh Puan Maharani.
"Justru Presiden Prabowo nan telah disumpah untuk menjalankan UU nan kudu pasang badan menjalankan kebijakan nan dibuat di era PDIP sebagai ruling party," ucapnya.
Namun demikian, Presiden Prabowo tidak semena-mena dalam menjalankan kebijakan tersebut. Melalui masukan nan disampaikan oleh delegasi DPR RI nan dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Prabowo memutuskan agar PPN 12% hanya bertindak hanya untuk produk peralatan mewah.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo juga mengungkap perihal nan sama. Dia menyebut PDIP apalagi menjadi ketua panitia kerja (panja) RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) melalui kadernya, Dolfie Othniel Frederic Palit.
"Itu lah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbincang di rapat paripurna tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12%," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mewanti-wanti mengenai akibat penaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Puan menyarankan pemerintah mendengarkan masukan dari beragam kalangan, termasuk para pakar, terhadap potensi nan bisa ditimbulkan dari kebijakan itu.
Puan tak menyangkal bahwa kenaikan PPN 12% sejalan dengan petunjuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini mengatakan kenaikan tarif kudu dihitung dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. (P-5)