KETUA DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menyatakan bahwa sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12 persen adalah meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Ia menegaskan permintaan itu bukan berfaedah fraksi PDIP menolaknya.
"Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah layak kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji," kata Deddy, melalui keterangannya, Senin (23/12).
Fraksi PDIP, kata dia, tidak mau ada persoalan baru nan dihadapi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto imbas kenaikan PPN 12%. "Jadi itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta agar dikaji dengan baik, apakah betul-betul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru," ujar personil Komisi II DPR RI itu.
Namun demikian, Deddy mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada pemerintah mengenai PPN tersebut. "Tapi jika pemerintah percaya diri itu tidak bakal menyengsarakan rakyat silahkan terus, kan tugas kita untuk memandang gimana kondisi," kata dia melanjutkan.
Lebih lanjut, Deddy menegaskan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, melalui pengesahan undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), bukan atas dasar inisiatif Fraksi PDIP.
Deddy menjelaskan pembahasan UU tersebut sebelumnya diusulkan oleh Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode lalu. Sementara, PDIP sebagai fraksi nan terlibat dalam pembahasan, ditunjuk sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja).
"Jadi salah alamat jika dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, lantaran nan mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah (era Presiden Jokowi) dan melalui Kementerian Keuangan," kata Deddy.
Dia menjelaskan UU tersebut disetujui dengan dugaan bahwa kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi dunia itu dalam kondisi nan baik-baik saja. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ada sejumlah kondisi nan membikin banyak pihak, termasuk PDIP meminta untuk dikaji ulang penerapan kenaikan PPN menjadi 12%.
Kondisi tersebut diantaranya; seperti daya beli masyarakat nan terpuruk, angin besar PHK di sejumlah daerah, hingga nilai tukar rupiah terhadap dollar nan saat ini terus naik. "Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, lantaran memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya," ujarnya. (Faj/I-2)