Menko Yusril Ihza Mahendra Sebut Prabowo Bisa Maafkan Koruptor Lewat Amnesti Dan Abolisi, Apa Maksudnya?

Sedang Trending 4 minggu yang lalu

Universodelibros.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, merespons buahpikiran Presiden Prabowo Subianto soal mengampuni koruptor asal mengembalikan hasil curiannya. Menurut Yusril, perihal tersebut bisa dilaksanakan dengan pemberian amnesti dan abolisi. 

"Presiden Prabowo mempunyai kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apapun, termasuk tindak pidana korupsi," kata Yusril Ihza Mahendra. Kendati demikian, sesuai petunjuk konstitusi, Presiden bakal meminta pertimbangan DPR sebelum memberikan amnesti dan abolisi. 

Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini

Yusril juga mengatakan, setelah mengembalikan duit hasil rasuah itu, pelaku korupsi di bumi upaya misalnya bisa meneruskan usahanya dengan langkah nan benar. Dengan demikian, usahanya tidak tutup alias bangkrut. 

Menurut Yusril, rencana Prabowo maafkan koruptor untuk memberikan amnesti alias pemaafan terhadap koruptor nan mengembalikan duit hasil korupsi ke negara tidak melanggar undang-undang. “Ada nan mengatakan itu bertentangan dengan undang-undang, tapi saya mengatakan begini, kudu baca undang-undang lain,” ujarnya. 

Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) memang tertuang bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan sifat pidana dari perbuatan korupsi itu sendiri. Namun di lain sisi, kata Yusril, ada peraturan nan berasal dari undang-undang nan lebih tinggi, ialah Undang-Undang Dasar 1945. “Yaitu presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi,” kata dia.

Mengenal Amnesti dan Abolisi

Dilansir dari laman ekobudiono.lawyer, amnesti adalah pemaafan berupa penghapusan balasan nan diberikan oleh presiden terhadap seseorang ataupun sekelompok orang nan telah melakukan suatu tindak pidana. Akan tetapi, tidak semua tindak pidana berkuasa mendapatkan Amnesti, terutama jika tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana kejahatan internasional alias melanggar HAM. 

Dalam memberikan amnesti, presiden kudu mendasar pada pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Dasar norma amnesti selain tercantum dalam Pasal 14 ayat (2), tercantum pula pada Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954. Konsekuensi dari dikabulkannya amnesti bagi terpidana ialah penghapusan segala akibat norma pidana bagi terpidana.

Amnesti bisa diberikan oleh presiden kepada terpidana tanpa adanya suatu permohonan dan tidak ada ketentuan khusus. Namun, dalam praktiknya, sekretaris negara bakal mengusulkan daftar nama terpidana nan kudu diberikan amnesti. Setelah ditinjau, usulan tersebut bakal dikirim ke DPR untuk ditanggapi. Berdasarkan pertimbangan DPR, andaikan presiden patut memberikan amnesti, Presiden kemudian bakal mengeluarkan perintah pelaksana mengenai amnesti.

Sementara itu, abolisi adalah  penghapusan balasan terhadap suatu proses norma alias proses peradilan nan sedang berlangsung. Abolisi umumnya diberikan kepada Terpidana perseorangan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, presiden memberikan abolisi berasas pertimbangan DPR. Dasar norma abolisi serupa dengan amnesti, ialah tercantum dalam Pasal 14 ayat (2), selain itu tercantum pula pada Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.

Berbeda dengan amnesti nan tidak memerlukan syarat khusus, abolisi mempunyai tiga syarat pengajuan. Pertama, terpidana belum menyerahkan diri kepada pihak berkuasa alias sudah menyerahkan diri kepada pihak berwajib. Kedua, terpidana sedang menjalani alias telah menyelesaikan pembinaan. Ketiga, terpidana sedang di dalam penahanan selama proses pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan. 

Ervana Trikarinaputri, Naufal Ridhwan Aly, dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.