Menilik Dampak Luas Dari Standardisasi Kemasan Produk Turunan Tembakau  

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
Menilik Dampak Luas dari Standardisasi Kemasan Produk Turunan Tembakau   Petani tembakau.(Antara)

RENCANA pemerintah memasukkan pasal mengenai penyeragaman bungkusan pada produk tembakau berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. Direktur Industri Minuman, Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria, mengatakan bahwa dengan adanya bungkusan nan tidak mempunyai identitas ini dapat membikin produk legal semakin tergerus, nan bakal membawa pengaruh domino terhadap berjalannya industri.

“Penyeragaman bungkusan rokok bakal memberikan kesempatan kepada rokok terlarangan lebih leluasa beredar lantaran bungkusan bakal tampak sama, sehingga bakal lebih susah membedakan rokok terlarangan dengan rokok legal. Hal ini bakal semakin merugikan keahlian industri hasil tembakau (IHT) legal. Jika peredaran rokok terlarangan terus terjadi, dikhawatirkan bakal semakin menggerus keahlian IHT baik dari pendapatan perusahaan, serapan tenaga kerja sampai dengan serapan bahan baku,” ujarnya saat dihubungi, Senin (23/12).

Seperti diketahui, sebagai corak penyelenggaraan petunjuk Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah merumuskan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau). Pengaturan mengenai standardisasi bungkusan menjadi bagian nan ditetapkan dan dituangkan pada rancangan RPMK Tembakau nan beredar.

Selain kekhawatiran mengenai semakin maraknya peredaran rokok ilegal, Merri menyatakan bahwa negara juga berpotensi mengalami kerugian dari hilangnya pendapatan atas cukai produk tembakau. Keberadaan rokok terlarangan tidak hanya menakut-nakuti keberlangsungan industri, tetapi turut berpotensi menurunkan penerimaan negara.

“Rokok terlarangan telah berakibat pada turunnya produksi IHT legal, perihal tersebut terlihat dari utilisasi IHT nan menurun 16,08 persen sampai dengan bulan Juli 2024.  Produksi IHT juga turun pada tahun 2022 sebesar 323 milyar batang, sedangkan 2023 sebesar 318 milyar batang alias turun sekitar 1,5 persen,” ujarnya.

Dia menegaskan, pendapatan negara dari cukai hasil tembakau kudu terus dijaga. Pada 2023, jumlah pendapatan nan diterima mencapai Rp213 triliun. Nilai ini tidak mencapai nan telah ditargetkan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 28 tahun 2022 tentang APBN Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp 227,21 triliun. Namun, pemerintah merevisi sasaran tersebut pada 2023 menjadi Rp 218,7 triliun seiring dengan penurunan keahlian penerimaan cukai hasil tembakau (CHT). Dari tahun 2023, penurunan nan signifikan telah terlihat pada industri ini.

Belum lagi, IHT juga melibatkan banyak pekerja nan menggantungkan hidupnya sebagai sumber penghasilan utama. Hal ini kudu menjadi perhatian agar daya beli masyarakat tetap terjaga, di tengah sasaran pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.

“Situasi ini ini bakal semakin merugikan keahlian IHT legal. Adanya kebijakan penyeragaman bungkusan rokok kurang tepat dilakukan pada saat ini,” ucapnya.

Terpisan, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini Kemenkes tetap melakukan koordinasi internal mengenai penyusunan patokan turunan PP Kesehatan. RPMK Tembakau termasuk ke dalam salah satu patokan nan tetap dikaji ulang, sembari mendengar masukan dari beragam pihak.

“Semua masukan dari beragam pemangku kepentingan baik dari pengusaha, industri, hingga petani, kami pertimbangkan dalam menyusun patokan ini. Tujuan patokan ini memang mau menjaga anak. Karena bingkisan demografi, kita tentunya mau masuk ke dalam negara maju dengan kualitas sumber daya manusia nan sehat,” katanya. (Faj/I-2)