Universodelibros.com, Jakarta - Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Firman Soebagyo mengatakan proyek reklamasi Pantai Indah Kapuk (PIK) nan membentang dari Jakarta Utara hingga Tangerang, Banten sudah bermasalah sejak era pemerintahan Presiden Soeharto. Pembangunan area kediaman dan kota terpadu itu dimulai pada 1992.
“Saya sudah menyampaikan sejak awal bahwa sejak di era Pak Harto, reklamasi serta pembangunan area PIK itu memang telah dinyatakan bermasalah melalui kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) nan dilakukan pemerintah Orde Baru. Saat itu ditolak dan dibatalkan,” kata Firman lewat keterangan tertulis kepada Tempo, Jumat, 3 Januari 2025.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Golkar ini merasa asing ketika beberapa dasawarsa terakhir pembangunan PIK kembali bersambung dan justru melangkah dengan mulus. Padahal saat itu Komisi IV DPR telah menolak keras lantaran ada prinsip tata ruang dan KLHS nan dilanggar.
Pelanggaran proyek tersebut sempat disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid. Politikus Partai Golkar ini menyatakan telah mengantongi dugaan pelanggaran di PIK 2, di antaranya bahwa sebagian area proyek PIK 2 berada di area rimba lindung. Penetapan PIK 2 di pantai utara Jakarta dan Tangerang sebagai proyek strategis nasional (PSN) juga dianggap menuai kontroversi.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo menetapkan PIK 2 sebagai proyek strategis nasional pada Maret 2024. Penetapan tersebut lewat Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN. Kawasan PIK 2 nan masuk kategori PSN adalah proyek Tropical Coastland. Proyek ini merupakan bagian mini dari megaproyek PIK 2 nan bakal mengelola lahan seluas 28 ribu hektare. Pendanaan proyek tersebut sepenuhnya mengandalkan investasi developer nan ditaksir mencapai Rp 65 triliun.
Pembangunan PIK 2 nan membentang di utara Jakarta hingga ke Kabupaten Tangerang seluas 2.650 hentare dimulai sejak 2017 lalu. Proyek kota terpadu ini digarap oleh Agung Sedayu Group dan Salim Group.
Adapun Proyek PIK 1 berada di area utara Jakarta seluas 1.160 hektare dimulai sejak1992. Proyek ini digarap oleh Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma namalain Aguan.
Menteri Agraria Nusron Wahid menyebut PSN Tropical Coastland pada PIK 2 nan terletak di Kabupaten Tangerang bermasalah lantaran tidak tercantum sebagai PSN pariwisata dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten maupun kabupaten/kota. “Padahal (proyek) ini masuknya PSN pariwisata,” kata Nusron, Selasa, 31 Desember 2024.
Karena itu, kata dia, Pemerintah Provinsi Banten maupun Pemerintah Kabupaten Tangerang mesti mengusulkan perubahan RTRW. Lalu Kementerian ATR nan bakal mengeluarkan persetujuan. Jika pemda tidak mengajukannya, pemilik proyek kudu meminta rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) kepada Menteri ATR. Nusron mengatakan hingga sekarang Kementerian ATR belum mendapat permintaan dari pemda maupun perusahaan. “Jadi, kami tidak bisa menyatakan apa-apa,” ujar Nusron.
Di samping urusan RT/RW, Nusron mengatakan 1.500 hektare lahan di PSN tersebut berada di area rimba lindung. Persoalan ini bisa diselesaikan dengan menurunkan status rimba lindung menjadi rimba konveri. Selanjutnya, pemerintah bakal mengkonversinya menjadi area penggunaan lain (APL).
Dalam penurunan status lahan, perusahaan mesti menyiapkan lahan pengganti rimba lindung. Lahan pengganti tersebut perlu mendapat persetujuan Kementerian Kehutanan.
Dalam wawancara kepada Tempo pada 26 November 2024, Aguan menjelaskan bahwa PIK 2 bukan bagian dari PSN. Ia berdalih, lahan hijau nan berada di sekitar pesisir Jakarta itu tak bakal berubah. Aguan mengatakan area itu justru tak pernah dirawat dan kerap terkena abrasi. “Ini ada peralatan meninggal menjadi hidup,” kata Aguan.
Firman Soebagyo heran dengan adanya saling tumpang tindih antara pemerintahan terdahulu dan pemerintahan sekarang. Ia mengingat, pemerintah pernah mengatakan proyek pembangunan PIK 2 tidak bermasalah dan berizin. Tapi Menteri ATR Nusron Wahid justru menyampaikan bahwa proyek PIK 2 tidak jadi ditetapkan sebagai PSN lantaran melanggar tata ruang.
“Saya sangat setuju jika proyek PSN PIK 2 dibatalkan dan kudu dievaluasi secara menyeluruh dan dikaji secara mendalam dan juga dilihat asas manfaatnya untuk rakyat alias kepentingan siapa,” kata Firman. “Proyek PSN PIK 2 tidak boleh mengorbankan kepentingan masyarakat setempat, ekosistem serta kelestarian lingkungan.”
Firman mengingatkan, pembangunan PIK 1 juga sudah menuai masalah sejak awal. Tapi pemerintah tetap mengizinkannya melangkah dan mengabaikan keberatan DPR serta protes masyarakat setempat. Ia meminta pemerintah dan pihak mengenai mengevaluasi proyek itu secara menyeluruh. Proyek ini, kata dia, semestinya dievaluasi sejak awal lantaran menyalahi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Regulasi kudu ditegakkan. Jangan sampai kemudian ditabrak hanya untuk dalih investasi. Investasi adalah sebuah keniscayaan, tetapi jika investasi mengorbankan rakyat dan kelestarian lingkungan, ini nan perlu diperhatikan dan kudu ditinjau ulang,” katanya.
Firman juga mendesak kepada para ketua kementerian dan lembaga agar tidak mengeluarkan pernyataan nan membingungkan tentang proyek tersebut. “Jangan sampai ada pihak nan dulu menyatakan bahwa proses perizinan sudah clear, tapi dikemudian hari dianulir sendiri dan dinyatakan tetap ada masalah. Ini menunjukkan bahwa pejabat tersebut tidak menguasai masalah.”
Praga Utama, Riri Rahayu, Riky Ferdianto, dan Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor : Mudarat Proyek Strategis Nasional