KOMISI Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya mengunjungi empat orang anak di bawah umur nan ditahan di rumah tahanan anak Polsek Tawang, Polres Tasikmalaya Kota. Penahanan tersebut dilakukan usai melakukan penganiayaan di Jalan Mayor SL Tobing, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.
Keempat tersangka nan ditahan di rumah tahanan Polsek Tawang tersebut berinisial DW, 16, FM, 17, RW, 16, penduduk Kawalu, Kota Tasikmalaya dan RRP, 15, penduduk Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya. Namun, keempatnya kemudian menjadi bagian dari 5 tersangka setelah melakukan pembacokan pada Muhamad Taufik, 27.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengatakan, kunjungan nan dilakukan kepada 4 anak terduga pelaku dan salah satunya merupakan penduduk Kabupaten Tasikmalaya serta bertanggung jawab untuk dilakukan pendampingan. Anak-anak nan berhadapan dengan norma itu telah ditahan di rumah tahanan. Kehadiran Ato bermaksud untuk memastikan kewenangan anak terpenuhi.
"Kami melakukan komunikasi dengan anak dan memandang tahanan, ruang tahanan, tetapi sampai sekarang ini sepengetahuan saya nan diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, anak tidak boleh ditahan. Akan tetapi, saya crosscheck per 1 Desember 2024 anak dititipkan di sini dan diperlakuan sama dengan tahanan dewasa," katanya, Jumat (10/1).
Ia mengatakan, empat orang anak di bawah umur di rumah tahanan anak tidur berada di ruangan sempit. KPAID memberikan masukan agar anak nan berhadapan dengan norma itu mempunyai haknya. Di samping itu, Ato juga menyelidiki kebenaran bahwa para terduga pelaku tidak mengakui melakukan penganiayaan tersebut.
"Untuk anak dari Kabupaten Tasikmalaya bersikeras dan ketika kejadian itu tengah berada di Jakarta, tidak mengetahui atas kejadian tersebut. Akan tetapi, saya juga bertanya apakah anak itu mengenal dengan pelaku lainnya hingga jawaban anak tersebut tidak kenal satu dengan nan lainnya dan mengenal itu sejak berada di tahanan," ujarnya.
Menurutnya, anak-anak mengakui dan menandatangani buletin aktivitas pemeriksaan (BAP) setelah mereka merasa ketakutan, ada intimidasi, pembentakan, dan nan lainnya. Ia pun menegaskan kebenaran nan ditemukannya agar sebagai bahan renungan bagi semua pihak. Ia juga berambisi anak-anak nan berhadapan dengan norma tetaplah anak nan hak-haknya kudu diperhatikan, lebih daripada itu kewenangan anak semuanya sudah diatur dalam UU.
"KPAID merujuk pada UU 35/2014 tentang pengawasan, pendampingan, kami bakal konsen memperjuangkan kewenangan anak. Kami juga bakal mengusulkan surat permohonan untuk dilakukan terapi psikologi, karena nan didapati psisikis anak cukup terganggu dan salah satunya belum ada sentuhan pendampingan apapun. Ini dibutuhkan kita untuk memulihkan psikisnya," pungkasnya. (AD/J-3)