Korupsi Apd Untuk Covid-19 Di Kemenkes, Kpk Periksa 3 Saksi

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
Korupsi APD untuk Covid-19 di Kemenkes, KPK Periksa 3 Saksi ilustrasi.(MI)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertajam investigasi kasus dugaan rasuah pengadaan perangkat perlindungan diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Penyidikan dipertajam melalui tiga orang saksi.

"Diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK," kata ahli bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Senin (23/12).

Ketiga saksi ialah Dody Ruswandi nan menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB pada 2020. Kemudian, master Anastesi RSUD Lembang Sri Lucy Novita dan master sekaligus ASN Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Eisen Hower Sitanggang.

KPK belum memerinci materi pemeriksaan kepada para saksi tersebut. Keterangan mereka bakal memperkuat KPK menuntaskan kasus rasuah itu. KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini ialah mantan pejabat kreator komitmen (PPK) di Kemenkes Budi Sylvana, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo.

Kasus ini bermulai ketika Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan membeli APD sebanyak 10 ribu buah untuk penanganan covid-19 pada 20 Maret 2020. Transaksi dilakukan dengan PPM nan sudah mendistribusikan kebutuhan APD selama dua tahun.

Harga APD nan ditawarkan saat itu ialah Rp379.500 per set. Seluruh kebutuhan medis itu diambil oleh TNI berasas perintah BNPB untuk diserahkan ke sepuluh provinsi di Indonesia, namun, tidak disertai dengan pengarsipan maupun berkas terkait.

Sehari setelah pengiriman ada kesepakatan jual beli APD sebanyak 500 ribu set dengan PT EKI. Harganya mengikuti nilai dolar saat itu.

Kesepakatan itu bersambung dengan kerja sama PPM dan EKI untuk menjadi pemasok APD dengan margin 18,5% diberikan kepada PPM. Hasil negosiasi PPM dan EKI diserahkan kepada BNPB.

Kepala BNPB saat itu Hermansyah melakukan negosiasi nilai APD dalam sebuah rapat dengan Satrio mengenai nilai nan sudah ditetapkan. Dia mau jual beli kebutuhan medis menjadi USD50 dari sebelumnya USD60.

Rapat dengan Kepala BNPB itu juga menghasilkan konklusi penagihan APD nan sudah dikirimkan. PPM bakal menagih pembayaran atas 170 ribu set APD nan sudah didistribusikan TNI dengan nilai USD50 per set.

Pembahasan soal pengadaan APD ini berjalan sampai 27 Maret 2020. Pembayaran dilakukan dengan metode cicil. Pembayaran pertama sebesar Rp10 miliar diterima PPM dari BNPB pada 27 Maret 2020. Lalu, Kemenkes bayar PPM Rp109 miliar pada 28 Maret 2020.

Dalam kasus ini, Budi baru ditunjuk sebagai PPK di Kemenkes pada 28 Maret 2020. Dokumen pengangkatannya dibuat mundur pada 27 Maret 2020.

Peran Budi dalam kasus ini ialah ikut menyetujui pengadaan APD sebanyak lima juta set dengan nilai USD48,4 dengan para tersangka. Dokumen nan dibuat tidak memerinci spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan, sampai pembayaran.

Para tersangka juga melakukan negosiasi ulang mengenai pengadaan APD ini pada Mei 2020. Kemenkes diketahui hanya menerima APD sebanyak 3.140.200 set pada 18 Mei 2020. Negara ditaksir merugi Rp319 miliar atas kasus ini.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) alias Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Fah/I-2)