INFO NASIONAL – Perkembangan transportasi publik di kota dunia Jakarta nan semakin beragam telah menolong banyak orang menjalankan aktivitasnya. Kepala Sekolah SDN 01 Gambir, Endah Oktavia Dewi Kosmara, nan tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur, sekarang merasa lebih mudah menuju sekolahnya di Jakarta Pusat, maupun pulang ke rumah kala sore.
“Alhamdulillah, sekarang perangkat transportasi di Jakarta sudah banyak. Ada MRT, KRL, busway TransJakarta, ada jaklingko. Semuanya semakin ada perbaikan, apalagi di halte sudah ada lift dan eskalator, jadi nggak perlu berlari lantaran takut ketinggalan,” kata Endah.
Terkadang, dia menggunakan motor alias mobil untuk pergi bekerja dan kudu menghadapi kemacetan nan belum ada obatnya. Karena itu, Endah lebih memilih transportasi publik. “Menurut saya, mungkin bakal lebih baik jika guru-guru bisa ditugaskan di sekolah nan dekat dengan tempat tinggalnya, sehingga kualitas kerja dan family bisa balance. Kasihan jika terlalu lama di perjalanan, pulang ke rumah sudah capek,” ucapnya.
Maharani, penduduk nan sejak mini tinggal di area Roxy, Jakarta Pusat, memandang perkembangan lebih baik dari sisi berbeda. “Sekarang Jakarta sudah jarang banjir, terutama di pusat. Walaupun tetap ada banjir sepertinya di wilayah pinggiran Jakarta,” kata dia.
Tanjung Selor, Roxy, merupakan area di bantaran Kanal Banjir Barat. Saat kecil, Maharani mengaku sering mengalami kebanjiran dan sudah lazim angkut perabotan ketika ‘musim terendam’ telah tiba. “Tapi sekarang sudah tidak banjir lagi. Jadi menurut saya, penataan Jakarta tiap tahun semakin cakep,” ujarnya.
Ihwal pengalaman penduduk di pinggiran Jakarta, Anang Wahyu Pramono, mengaku berterima kasih sekaligus was-was. Dia tinggal di Cilincing nan tidak mengalami kebanjiran, kendati demikian area terdampak banjir rob saat ini semakin meluas.
“Saya biasa main ke Muara Angke, di tempat itu sudah masuk banjir rob. Apalagi sekarang makin meluas dan mendekati JIS (Jakarta International Stadium). Saya minta pada Pemprov DKI segera selesaikan pembangunan tanggul di laut,” tutur laki-laki nan kerap jadi bahan guyonan kawan-kawannya lantaran perawakan dan namanya sangat mirip gubernur terpilih di Jakarta, Pramono Anung.
Linda Haerunnisa, pembimbing nan mengawali pekerjaan dari pengajar honorer, punya angan berbeda. Sesuai profesinya, dia sangat perhatian dengan perkembangan bumi pendidikan. “Jakarta ini smart city, kudu jadi role model untuk wilayah lain. Sehingga sesuai dengan status kota global, apalagi usianya menjelang 500 tahun. Sebagai kota global, kualitas pendidikan kudu ditingkatkan terus, guru-guru juga kudu upgrade kualitasnya secara konsisten,” tuturnya.
Guru, Linda melanjutkan, wajib mengikuti perkembangan era nan sekarang serba digital. Bahkan patut mengubah pola pikir nan awalnya memandang gawai menjadi pecandu pada anak lantaran dipergunakan hanya untuk bermain game alias bermedia sosial, justru berupaya agar siswa mendapatkan faedah positif dari kemajuan teknologi itu.
“Paradigma itu kudu diubah. Oh rupanya teknologi itu penting, bisa digunakan untuk pembelajaran, untuk peningkatan kompetensi kita sebagai guru, dan juga bagi anak-anak didik kita,” katanya.
Selain menerima perkembangan teknologi, pembimbing lainnya, Sri Mulyati, menilai Jakarta patut memanfaatkan historisnya sebagai kota akulturasi, menerima beragam budaya, ras, dan suku untuk melebur dan membangun kota ini sehingga layak dengan identitasnya sebagai kota global. “Di Indonesia, jujur, tetap ada wilayah nan rasis. Nah, Jakarta punya kelebihan lantaran keberagaman penduduknya. Jakarta ini kota nan welcome,” ujar Sri.
Menurut dia, keberagaman tersebut merupakan potensi besar nan kudu jadi perhatian Pemprov DKI sehingga kota ini semakin inklusif. “Maka, dengan usia nan menuju 500 tahun, Jakarta kudu mempunyai jati diri sebagai kota nan memelihara keberagaman, apalagi menjadi pionir, contoh untuk kota-kota lain, setidaknya bagi wilayah sekitarnya,” dia memungkas. (*)