Ingin Buat Novel Yang Menggugah Emosi Pembaca? Ini Kiat Dari Ika Natassa

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
Ingin Buat Novel nan Menggugah Emosi Pembaca? Ini Kiat dari Ika Natassa Penulis Ika Natassa(MI/Nike Amelia Sari)

KAMU pasti pernah membaca novel kemudian tiba-tiba tertawa terbahak, menangis, apalagi kesal. Ya, novel memang bisa membangkitkan alias menggugah emosi para pembacanya. Menciptakan suatu karya novel nan bisa membangkitkan dan menggugah emosi pembaca memang tidak mudah, namun bukan tidak bisa.

Penulis sejumlah novel best seller Ika Natassa, nan mana beberapa novelnya telah diadaptasi ke layar lebar seperti movie The Architecture of Love (dibintangi oleh Nicholas Saputra dan Putri Marino) dan Heartbreak Motel (dibintangi oleh Reza Rahadian dan Laura Basuki), membagikan pengalaman ketika menulis novel, sebagai berikut;

1.  Jujur dengan Diri Sendiri

Saat ditemui Media Indonesia usai peluncuran novel terbarunya berjudul Satine pada Sabtu (11/1), Ika mengatakan perihal pertama nan kudu dilakukan seorang penulis adalah berani jujur sama diri sendiri.

2.  Tidak Melupakan Perasaan

Ika mengatakan seorang penulis tidak pernah melupakan emosi apapun, baik senang maupun sakit. ”Semuanya kudu disimpen. Kenapa? Karena later on, waktu kita mau nulis dan kita mau mengulik rasa, nan kita ulik adalah bank emosi kita. Jadi, beragam rasa, (ada) sakit hati, patah hati, sedih, merasa gagal, itu gak boleh dihapus. Jadi saya tipenya tidak boleh melupakan lantaran begitu saya melupakan, saya menjadi orang nan yang kebal terhadap rasa, gak boleh. Seorang penulis itu kudu bisa meresapi semua emosi nan dilakukan,” kata penulis nan sudah melahirkan 11 novel ini.

”Jadi, pada saat misalnya waktu (nulis novel) Critical Eleven, saya nulis nan segmen Anya kehilangan anak. Itu saya nangis sejadi-jadinya pas ngetik itu. Kenapa? Karena saya bayangin jika seandainya saya punya anak, kemudian anak itu diambil dari aku, saya bakal gimana? Jadi, kudu dirasakan sendiri,” lanjutnya.

3.  Tidak Harus Nyaman

Ika mengatakan saat menulis memang tidak selalu nyaman lantaran sang penulis kudu mengulik beragam macam rasa. ”Tapi saya paling senang jika pas nulis. Karena pada saat saya menulis, semua perasaan, kegundahan, isi hati nan mau saya ungkapkan, bisa saya ungkapkan sejujurnya,” pungkas Ika.(M-2)