ASOSIASI Spa Indonesia (Aspi) mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai industri spa nan sekarang masuk kategori pelayanan kesehatan tradisional. Namun, Aspi berambisi ada kejelasan besaran pajak nan dibebankan kepada industri spa mengingat kategori spa tidak lagi termasuk kategori intermezo seperti diskotek ataupun karaoke.
"Kami sangat berterima kasih dengan keputusan MK itu lantaran bakal sangat berpengaruh pada kelangsungan dan pertumbuhan upaya spa, kepuasan pelanggan, dan penyerapan tenaga kerja," kata Direktur Martha Tilaar Spa, Wulan Tilaar, Jumat (10/1).
Seperti diketahui, pada keputusan nan dibacakan di Gedung MK, Jumat (3/1), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi dalam perkara nomor 19/PUU-XXII/2024 nan meminta agar spa tidak dimasukkan ke kategori intermezo seperti diskotek ataupun karaoke. MK menyatakan spa termasuk pelayanan kesehatan tradisional.
Sebelumnya, Pasal 55 Ayat (1) huruf l UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) menggolongkan mandi uap alias spa sebagai jasa hiburan, setara dengan diskotek, karaoke, klub malam, dan bar. Hal ini menimbulkan keberatan pelaku upaya spa nan kemudian mengusulkan uji materi ke MK.
Dalam pertimbangannya, MK menguraikan sejarah spa nan diambil dari nama desa mini Spau, di Leige, Belgia. Meski spa bukan dari Indonesia, MK mengatakan praktik perawatan spa di Indonesia sudah lama berjalan dengan beragam metode perawatan tradisional.
MK juga mengatakan jasa seperti mandi uap/spa mempunyai faedah kesehatan berbasis tradisi lokal sehingga kudu dianggap sebagai bagian dari layanan kesehatan tradisional.
Wulan melanjutkan keputusan MK itu dapat membantu tempat upaya spa bisa kembali berkembang setelah melewati masa-masa sulit, mulai dari akibat pandemi covid-19 hingga beban pajak nan tinggi.
"Juga menghapus stigma negatif masyarakat terhadap jasa spa dan mengakui peran spa sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional di Indonesia," terangnya.
Ia mengatakan saat ketentuan pajak diberlakukan di awal 2024, beberapa outlet Martha Tilaar Spa mengeluhkan besaran pajak nan dikenakan seperti bagian Ciawi sebesar 50%, Pangkalan Bun 75%, Palembang 40%, Pontianak 40%, Bengkulu 40%, apalagi ada nan mengusulkan penutupan outlet.
"Martha Tilaar Spa juga sudah mengusulkan insentif pajak tetapi sampai saat ini belum ada tanggapan dari Dispenda setempat," ujar dia.
Ia mengakui imbas penetapan pajak sangat berakibat pada jumlah kunjungan tamu di seluruh outlet. Para tamu mengeluhkan besaran biaya nan mereka kudu keluarkan untuk perawatan.
"Karena itu, perjuangan kami belum selesai, ke depannya kami kudu melakukan audiensi ke beragam pihak, pemangku kepentingan, serta sosialisasi ke pelaku industri spa. Idealnya, pajak nan dibebankan untuk industri spa sekitar 10%," ucap dia.
Selain itu, Martha Tilaar Spa berbareng Aspi bakal terus berkomitmen memberikan perawatan tradisional berkarakter preventif, promotif, dan kuratif guna mendukung kesehatan holistik untuk tubuh, pikiran, dan jiwa.
"Kami juga bakal terus melestarikan tradisi budaya Indonesia melalui ritual berbasis kearifan lokal dan kekayaan alam nusantara serta mendukung wellness tourism nan sedang digaungkan pemerintah saat ini," pungkas Wulan.
Anggota Aspi antara lain Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia, Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Asti, PT Cantika Puspapesona (Martha Tilaar Spa), CV Bali Cantik, PT Mustika Ratu, dan PT Keindahan Dalam Jiwa. (H-2)