MENYIKAPI sejumlah bentrok nan terjadi akibat penyelenggaraan Proyek Strategis Nasional (PSN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali secara keseluruhan proyek-proyek di dalamnya. Menurut Sekjen KPA Dewi Kartika pihaknya memandang ada banyak kepentingan swasta didalam program PSN, terutama dalam proyek food estate di Merauke dan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Ketika proyek-proyek swasta dikategorikan kedalam bagian dari PSN, dikhawatirkan bakal memperparah konflik-konflik agraria nan terjadi dan masyarakat bakal dihadapkan dengan aparat. Banyaknya potensi bentrok nan terjadi, tentu bakal menjadi bumerang bagi pemerintahan Prabowo nantinya, mengingat pemerintahan Prabowo beriktikad melanjutkan program-program pemerintah sebelumnya.
Dewi menilai PSN nan tidak pro rakyat tentu bakal menyalahi konstitusi dan juga bertentangan dengan Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran. “Banyak kepentingan swasta didalamnya, misal PSN food estate di Merauke dan PSN di PIK 2, kepentingan swastanya sangat kuat. Itu menjadi problem lantaran kepentingan swasta sangat mudah dikategorikan sebagai PSN.
"PSN tidak pro rakyat, apalagi menyalahi konstitusi lantaran lebih banyak proyek berkepentingan swasta namun bercap PSN. Ini berlawanan dengan astacita pemerintahan Prabowo nan menjanjikan keberpihakan pada rakyat," ujar Dewi di Jakarta, Minggu (22/12).
Dewi menambahkan, lebih dari puluhan tahun sebenarnya tetap banyak lahan rakyat nan belum teregister. Karena itu ketika PSN dipercepat tanpa konsep dan tanpa persetujuan masyarakat maka nan terjadi adalah justru penghilangan hak-hak masyarakat atas tanah dan kekayaan alam.
Semua bakal terampas dan bakal memperluas kemiskinan lantaran tercerabutnya kewenangan rakyat atas tanah, air dan kekayaan alamnya. Bahkan sekarang nelayan saja banyak nan kehilangan hasil laut lantaran adanya pemisah wilayah tangkap.
“Evaluasi PSN secara utuh dan cabut status PSN nan berorientasi swasta. Kalau tidak dicabut maka proyek swasta nan di PSN-kan pun langkah kerja, mekanime dan regulasinya bakal berstandar PSN, termasuk dalam penggunaan abdi negara dalam pengamanannya”, tegas Dewi.
Swasembada
Lebih lanjut Dewi memastikan harapannya terhadap pemerintahan Prabowo dibidang pangan. Pemerintahan Prabowo tetap ditunggu komitmennya untuk melaksanakan swasembada dan kemandirian pangan. Karena menurutnya perihal ini mustahil dicapai jika Indonesia tidak segera melaksanakan reforma agraria (land reform).
Dibandingkan negara lain nan sudah menata ulang lahan pertaniannya, seperti Vietnam, Taiwan, Korea Selatan dan Jepang. Indonesia justru tidak memproteksi lahan sawah dan ladang, apalagi area tersebut terancam terkena PSN, hilirisasi energi, dan sebagainya. Pemerintah justru lebih banyak mengerjakan proyek mencetak lahan sawah baru, termasuk membangun kemitraan petani seperti di Papua, Merauke, Fakfak dan Sumatera Utara.
Bagi KPA, perihal itu adalah genosida kalangan petani lantaran petani dipaksa secara perlahan melepas tanahnya. Petani diimingi kemitraan, KUR, dan pemberian hutang nan akhinya petani melepas tanahnya lantaran tak bisa membayar. Menurut Dewi setidaknya sekitar 3,1 juta hektare tanah petani berpotensi untuk beranjak alih sebagai program food estate.
Angka ini termasuk sasaran ekspansi 2,1 juta hektare di Meraoke, Papua nan dianggap tanah kosong, padahal itu adalah tanah budaya yang belum ada sertifikasi tanah namun bakal beranjak alih. “Yang bakal kita lakukan adalah gimana meyakinkan Presiden Prabowo agar melaksanakan reforma agraria jika mau mencapai swasembada pangan. Sehingga kedaulatan pangan bakal tercapai. Proteksi dan pemberian kewenangan lahan petani kudu dilakukan,tidak boleh ada PSN”, tuturnya.
Reforma agrarian juga kudu diiringi dengan modernisasi sistem pertanian. Sebab system pertanian ditanah air tetap banyak menggunakan teknologi lama. Padahal banyak univeritas nan menghasilkan sarjana dan insinyur dibidang pertanian. Dewi menambahkan setidaknya ada 2.900-an bentrok agraria akibat PSN dan lainnya nan bakal menjadi peledak waktu bagi pemrintahan Prabowo lantaran bentrok ini terjadi sejak era Jokowi.
Indonesia dikenal sebagai negara agraria dengan 27 juta rakyatnya nan tetap memperkuat menjadi petani. Tapi sayangnya sebagian besar petani itu tidak mempunyai lahan sendiri. Jika saja rata-rata ada separuh hektare per orang (petani), maka food esatate 3,5 juta lahan tidak lagi diperlukan, tinggal mencari dimana sumber padi, jagung, palawija, sayur dan sebagainya didaerah-daerah pertanian nan ada di Indonesia lampau dikembangkan pertaniannya.
“Kita sedang mendorong RUU Reforma Agraria nan belum masuk prolegnas. nan bakal KPA sorong agar Indonesia mempunyai landasan norma untuk segera memasukan reforma agraria karena sudah banyak negara nan sudah melaksanakannya. (Ykb/I-2)