RI Deflasi Selama 5 Bulan Berturut-turut Pertumbuhan Ekonomi dalam Bahaya

RI Deflasi Selama 5 Bulan Berturut-turut, Pertumbuhan Ekonomi dalam Bahaya?

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2024. Ini artinya, Indonesia sudah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut hingga bulan September 2024. Menurut data BPS, deflasi bulan September 2024 sebesar 0,12%, yang berarti terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada bulan Agustus 2024 menjadi 105,93 pada bulan September 2024. Lalu, apakah hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi?

Menurut Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, deflasi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 yang ditargetkan sekitar 5%. “Pertumbuhan ekonomi akan melambat akibat deflasi ini. Target 5% masih dianggap moderat dan realistis mengingat kondisi saat ini. Jika pertumbuhan melebihi 5%, itu bisa dianggap bonus. Namun, jika kurang dari 5%, masih dianggap wajar,” ujar Nailul Huda kepada Liputan6.com pada Selasa (1/10/2024).

Nailul menilai bahwa deflasi selama lima bulan berturut-turut menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia tergerus akibat kebijakan Pemerintah yang kurang tepat. “Daya beli masyarakat menurun karena kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Saat ini, masyarakat mengalami penurunan daya beli karena salah satu faktornya adalah pendapatan yang terus tertekan,” ungkapnya.

Salah satu kebijakan pemerintah yang dinilai tidak tepat adalah banyaknya kenaikan iuran seperti pajak dan pemangkasan subsidi energi. Namun, hal ini tidak sejalan dengan pendapatan masyarakat yang terbatas. “Pendapatan masyarakat hanya naik sebesar 1,5%, namun terjadi kenaikan iuran dari pemerintah seperti pajak dan lainnya. Subsidi dipangkas, harga-harga naik. Akibatnya, konsumsi masyarakat akan semakin menurun. Dampak dari kebijakan ini adalah terjadinya deflasi secara konsisten selama lima bulan terakhir tahun ini,” tambahnya.

Sebelumnya, BPS menjawab kekhawatiran masyarakat terkait potensi pelemahan ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1999 setelah deflasi selama tujuh bulan berturut-turut. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa deflasi pada tahun 1999 terjadi selama tujuh bulan berturut-turut dari bulan Maret hingga September.

Deflasi pada tahun 1999 terjadi setelah harga barang turun drastis akibat depresiasi Rupiah yang signifikan di tahun 1998. Seiring dengan pulihnya keseimbangan pasar, harga barang pun turun secara signifikan. Hal yang sama terjadi pada tahun 2008 sampai 2009, dimana deflasi terjadi akibat anjloknya harga minyak dunia.

Terkait dengan deflasi selama lima bulan pada tahun 2024, hal ini disebabkan oleh kelebihan pasokan komoditas pangan, terutama holtikultura. “Penurunan harga pangan seperti produk hortikultura disebabkan oleh kelebihan pasokan. Harga turun karena biaya produksi turun, dan hal ini tentu akan berdampak pada harga konsumen yang ikut turun,” jelas Amalia.

Dengan adanya deflasi selama lima bulan berturut-turut, penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi kebijakan ekonomi yang telah diterapkan. Diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah deflasi ini dan memastikan pertumbuhan ekonomi tetap stabil. Semoga dengan langkah-langkah yang tepat, ekonomi Indonesia dapat pulih dan kembali berkembang dengan baik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *