Produsen Rokok Ungkap Cukai Tembakau Lebih Besar Daripada Dividen BUMN
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengungkapkan bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) lebih besar daripada dividen yang disetorkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Ketua Gaprindo, Benny Wachjudi, CHT mencapai Rp218,6 triliun pada tahun 2022 dan Rp213,5 triliun pada tahun 2023, sementara dividen BUMN hanya sebesar Rp40 triliun pada tahun 2022 dan Rp81,2 triliun pada tahun 2023. Benny menegaskan bahwa industri hasil tembakau memiliki peran yang sangat penting dalam penerimaan negara.
Namun, Benny juga menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilainya memberatkan industri hasil tembakau melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Salah satu aturan yang dipermasalahkan adalah larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari pusat pendidikan. Selain itu, standarisasi kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektrik dalam RPMK juga menuai kritik.
Keluhan ini tidak hanya disuarakan oleh Gaprindo, tetapi juga oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Mereka mengkhawatirkan bahwa kemasan polos tanpa merek dapat dimanfaatkan oleh pelaku rokok ilegal untuk memalsukan produk rokok resmi dan menghindari pembayaran cukai. Oleh karena itu, mereka meminta kepada Presiden Jokowi dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk membatalkan aturan tersebut guna mencegah peningkatan produk ilegal yang merugikan semua pihak.
Dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta, Benny dan para pemangku kepentingan lainnya menekankan pentingnya menjaga keberlangsungan industri hasil tembakau yang berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Mereka berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan yang dirasa memberatkan industri tersebut.
Sebagai penutup, Benny dan para pemangku kepentingan lainnya menegaskan bahwa mereka tidak menentang upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun, mereka berharap agar kebijakan yang diambil tidak merugikan industri hasil tembakau secara berlebihan. Dengan dialog yang konstruktif antara pemerintah dan pelaku industri, diharapkan dapat ditemukan solusi yang menguntungkan bagi semua pihak.