Ekonomi Tidak Baik-baik Saja, Pemerintah Kok Nekat Menaikkan Ppn 12 Persen

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
Ekonomi tidak Baik-Baik Saja, Pemerintah kok Nekat Menaikkan PPN 12 Persen Ilustrasi(Antara)

Ekonom Celios, Nailul Huda, menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam surat itu, dia menjelaskan kondisi ekonomi Indonesia saat ini nan sedang tidak baik-baik saja. Belum lama ini, ada satu family di Tangerang Selatan nan bunuh diri lantaran terlilit utang. Satu family lain di Kediri juga mencoba bunuh diri, namun hanya anaknya nan tewas.

Lilitan utang nan menjerat masyarakat, utamanya kelas menengah ke bawah dinilai menjadi gambaran umum mengenai perekonomian di akar rumput saat ini. Itu juga sedianya terkonfirmasi dari melambatnya konsumsi rumah tangga di sepanjang tahun ini. 

Penurunan tingkat konsumsi rumah tangga itu juga diikuti dengan jumlah kelas menengah dan menjadi golongan miskin. Huda menilai itu bukan perihal nan mengherankan. Pasalnya golongan menengah ke bawah telah mengencangkan ikat pinggang sedari 2022.

Sedari saat itu, kenaikan rerata penghasilan para kelas menengah ke bawah terjadi sangat terbatas. "Di Tahun 2022, kenaikan rata-rata penghasilan masyarakat Indonesia sebesar 3,5%. Pada tahun 2022, inflasi tahunan berada di nomor 5,51%. Pada tahun 2023, kenaikan penghasilan rata-rata hanya Rp89.391 per bulan alias hanya naik 2,8% saja. Sedangkan di tahun 2022 ada kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% dan ada kenaikan nilai Pertalite sebesar 30%," kata Huda. 

"Kenaikan penghasilan mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka nan meningkat lebih tinggi. Dus, pengeluaran masyarakat jauh lebih besar dibandingkan pendapatan mereka. Rata-rata bayaran minimum regional tahun 2022 hanya 1,09%," tambahnya.

Sementara itu Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti dalam taklimat media di kantornya enggan mengomentari perihal penolakan dari masyarakat soal kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Dia juga tak mau menanggapi perihal ruang nan disediakan oleh UU HPP tentang kewenangan pemerintah untuk mengubah besaran tarif PPN. 

Pun dia menolak menjawab soal kemungkinan pemerintah memanfaatkan kewenangan tersebut. Dwi hanya mau memberikan pernyataan perihal pungutan PPN atas jasa layanan duit transaksi dan duit elektronik. Dia juga tak dapat menjamin tak ada kenaikan harga-harga di tahun depan nan dirasakan masyarakat kendati dia menyatakan beban PPN hanya ditanggung oleh penjual alias pelaku usaha. (Z-11)