Universodelibros.com, Jakarta --Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat sedang mengkaji pembentukan peraturan wilayah (perda) nan berasosiasi dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender alias LGBT. Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat Nanda Satria mengatakan, kajian itu berangkat dari perhatiannya terhadap meningkatnya kasus HIV/AIDS di wilayah Sumatera Barat.
Menurut dia, salah satu sumber penyebaran HIV/AIDS dari golongan LGBT. “Terkait LBGT, kami memang ada pembahasan untuk membikin perda,” kata Nanda saat dihubungi Tempo, Senin, 6 Januari 2025.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Nanda menuturkan, kajian itu belum sampai tahapan rancangan perda. Dia mengatakan tetap ada banyak kajian lebih lanjut untuk mematangkan rencana tersebut. Salah satu aspek nan mau didalami adalah potensi diskriminasi akibat adanya oleh peraturan LGBT.
Menurut Nanda, LGBT tidak bisa dideteksi secara mudah dan sembarangan. “Jangan sampai kelak masyarakat menganggap sembarang orang sebagai gay dan semacamnya. Perda tidak boleh diskriminatif dan kudu jelas dulu,” ujar dia. Menurut dia, perlu ada arti nan jelas dulu mengenai arti LBGT sehingga peraturan ini tidak bisa digunakan untuk mendiskriminasi sembarang orang.
Nanda mengatakan sudah ada kabupaten alias kota di Sumatera Barat nan menerbitkan perda mengenai LBGT terlebih dahulu. “Ada perda serupa di Pariaman. Kami bakal coba kaji sebagai rujukan,” kata politikus Partai NasDem ini.
Di sisi lain, Nanda mengatakan ada sejumlah langkah nan bakal digencarkan untuk mencegah peningkatan HIV/AIDS. Menurut dia, salah satu langkah pengganti adalah lewat publikasi media baik digital maupun konvensional. Edukasi kepada masyarakat, kata Nanda, menjadi salah satu konsentrasi utamanya, terutama bagi masyarakat Kota Padang nan menjadi wilayah pemilihannya.
Menanggapi perihal tersebut, Peneliti SETARA Institute Azeem Marhendra Amedi menilai wacana pembuatan perda soal lesbian, gay, biseksual, dan transgender alias LGBT di Sumatera Barat berpotensi menguatkan diskriminasi sesama penduduk negara. Menurut dia, hak-hak kalangan LGBT untuk mengakses pelayanan publik juga rentan terganggu.
Azeem mengatakan setiap penduduk negara berkuasa atas rasa kondusif dan perihal itu dijamin dalam UUD 1945. “Ketika rasa kondusif tersebut tidak terpenuhi akibat dilanggengkannya diskriminasi dan intimidasi terhadap mereka, maka negara telah melakukan pelanggaran konstitusional,” kata Azeem saat dihubungi Tempo, Senin, 6 Januari 2025.
Jika argumen perancangan perda untuk mencegah penularan HIV/AIDS, Azeem mengatakan, membangun kesadaran bakal kesehatan reproduksi menjadi solusi nan lebih tepat. Pasalnya, penularan HIV/AIDS tidak hanya terjadi di antara LBGT. “Pemerintah kudu inklusif, ialah tetap pertama-tama memandang seorang perseorangan sebagai penduduk negara Indonesia terlebih dahulu, nan memerlukan perlindungan, pemenuhan, serta penghormatan terhadap kewenangan konstitusionalnya,” kata dia.