Dpr: Jangan Manfaatkan Isu Ppn 12 Persen Untuk Menyerang Presiden Prabowo

Sedang Trending 4 minggu yang lalu
 Jangan Manfaatkan Isu PPN 12 Persen untuk Menyerang Presiden Prabowo WAKIL Ketua Komisi XI DPR RI M Hanif Dhakiri.(Dok. MI)

WAKIL Ketua Komisi XI DPR RI M Hanif Dhakiri menegaskan bahwa rencana penaikan Pajak Pertambahan Nilai alias PPN 12 persen pada 1 Januari 2025 adalah petunjuk Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Ia berambisi tak ada nan memanfaatkan rumor penaikan PPN 12 persen itu untuk menyerang Presiden Prabowo Subianto.

UU HPP tersebut telah disahkan pada 7 Oktober 2021 oleh pemerintahan dan DPR periode 2019-2024.

Tahapan pemberlakuan kenaikan PPN diatur secara bertahap. Tarif PPN naik dari 10 menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dan dijadwalkan naik lagi menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Menurutnya, Presiden Prabowo nan sekarang kudu menjalankan patokan tersebut, telah mengambil langkah bijak dengan membatasi kenaikan tarif PPN 12 persen hanya bertindak untuk barang-barang mewah, sehingga tidak membebani kebutuhan pokok masyarakat.

“Presiden Prabowo menunjukkan kepedulian nan nyata terhadap rakyat dengan memastikan kebijakan ini tidak menekan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah,” ungkap personil Fraksi PKB DPR RI ini.

Wakil Ketua Umum DPP PKB ini juga meminta semua pihak, terutama partai-partai di DPR nan sebelumnya telah menyetujui UU HPP, untuk konsisten dan setara dalam memberikan info serta penjelasan kepada masyarakat.

“Jangan ada nan memanfaatkan rumor PPN 12 persen ini sebagai perangkat menyerang Presiden Prabowo. Faktanya, Presiden Prabowo berada dalam posisi kudu melaksanakan undang-undang nan diwarisi dari pemerintahan sebelumnya,” tegasnya.

Selain itu, Hanif juga memberikan catatan kepada Kementerian Keuangan agar berhati-hati dalam merumuskan kategori barang-barang mewah nan dikenakan PPN 12 persen.

“Definisi peralatan mewah kudu dibuat dengan sangat jeli dan tepat agar tidak menyasar masyarakat menengah ke bawah. Daya beli masyarakat kudu tetap menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan kebijakan ini. Itu juga nan saya percaya jadi perhatian Presiden,” tambahnya.

Mantan Menteri Ketenagakerjaan RI 2014-2019 ini juga mendorong Kementerian Keuangan untuk lebih imajinatif dan inovatif dalam mencari sumber penerimaan negara lainnya tanpa membebani masyarakat, seperti memperluas pedoman pajak, meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak, maupun mengoptimalkan digitalisasi perpajakan.

“Yang terpenting saat ini adalah kerja sama semua pihak untuk memastikan kebijakan ini melangkah dengan baik, adil, dan sesuai dengan tujuannya, ialah mendukung pembangunan tanpa membebani masyarakat kecil,” tutupnya. (Z-9)