Dpr Harus Serap Putusan Mk Terkait Presidential Threshold Sebelum 2026

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
DPR Harus Serap Putusan MK Terkait Presidential Threshold Sebelum 2026 Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.(Antara)

PAKAR norma tata negara, Feri Amsari mengatakan DPR kudu segera menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan menghapus ketentuan presidential threshold alias periode pemisah pencalonan presiden 20%. Menurutnya, perihal itu kudu direalisasikan dalam undang-undang (UU) pemilu hingga partai politik. 

“Kesungguhan dan kesungguhan dari DPR dan pemerintah dalam pembentukan UU kudu dijalankan dengan menghormati konstitusi dan putusan MK. DPR kudu betul-betul mempersiapkan dengan baik patokan legislasinya,” ujarnya kepada Media Indonesia pada Rabu (8/1). 

Feri menilai bahwa keputusan MK merupakan nan mempunyai sifat nan final, mengikat, dan wajib ditaati itu kudu dibahas dan dituangkan dalam UU Pemilu tahun ini untuk menghindari bentrok kepentingan nan berpotensi menjadi bancakan golongan tertentu dan justru bakal memperlemah putusan.

“Harus selesai 2025, tidak boleh lewat dari 2025 lantaran jika sudah lewat dari itu, bakal banyak sekali kepentingan politik nan dinegosiasikan. Jadi  2025 kudu diselesaikan seadil mungkin, sistem itu kudu dibangun agar nan berkontestasi bisa berkompetisi secara setara tanpa bermain kecurangan,” katanya.

Selain itu, Feri menegaskan bahwa putusan MK sudah sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengenai pencalonan presiden. 

“Putusan ini sudah sangat sesuai lantaran memang tidak ada periode pemisah pencalonan presiden di Undang-Undang Dasar. Dari sisi positif, kebijakan ini bakal membuka ruang persaingan sehat dalam pemilihan presiden,” katanya.

Lebih lanjut, Feri menuturkan bahwa putusan MK ini kudu diikuti dengan adanya perbaikan sistem partai politik sehingga dapat melahirkan kader nan unggul dan mengusung figur nan kompeten serta mempunyai daya tarik di mata publik.

“Calon presiden kudu betul-betul memenuhi janjinya kepada publik, orang-orang nan betul-betul punya track record nan baik lantaran merekalah nan bakal disukai oleh pemilih dan bakal memberikan pengaruh penggelembungan bunyi nan baik dalam Pemilu,” ungkapnya.

Kendati demikian, Feri tak memungkiri meski telah diberlakukan presidential threshold, perihal ini tidak serta merta dapat menghapus praktik politik dinasti dan praktik kecurangan lainnya. Sehingga dalam perihal ini, DPR diminta lebih jelih dalam menyusun patokan legislasinya. 

“Oleh lantaran itu, putusan MK ini tentu menjadi pintu nan sangat baik bagi kerakyatan konstitusional kita di masa depan, tetapi publik kudu sadar bahwa untuk menjaganya butuh partisipasi publik berbareng untuk melindungi apa nan sudah dilakukan oleh MK,” kata Feri.

Seperti diketahui, putusan MK ini merupakan respons atas permohonan perkara 62/PUU-XXII/2024 nan diajukan oleh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Dalam amar putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat. (DEV)