DIREKTUR Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heriyanto, mengungkapkan sepanjang 2024, Bea Cukai telah menindak 21.397 aktivitas impor ilegal. Impor terlarangan itu didominasi tekstil dan produk tekstil (TPT) dan aksesoris, narkotika dan psikotropika, serta hasil tembakau.
"Penindakan di tahun 2024 itu meningkat, dari tahun 2023 ada 16 ribu penindakan, di tahun 2024 jadi 21 ribu penindakan. nan agak aneh, nilai peralatan hasil penindakannya turun. Artinya, operasi nan dijalankan itu efektif. Kenapa? Kalau sekarang menangkap enggak pernah banyak lagi jumlah barangnya," ujarnya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Jakarta, Jumat (10/1).
Ia menuturkan, jumlah penindakan impor terlarangan nan dilakukan pihaknya mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dari 2020 misalnya, penindakan dilakukan DJBC sebanyak 11.740 kali, kemudian di 2021 penindakan sebanyak 13.521 kali, dan 2022 penindakan dilakukan sebanyak 15.243 kli.
Secara nilai barang, hasil penindakan dari tahun ke tahun justru mengalami penurunan sejak 2021. Pada 2021, nilai peralatan nan disita sebesar Rp23,4 triliun, pada 2022 Rp19,8 triliun, pada 2023 Rp8,5 triliun, dan pada 2024 Rp7,6 triliun.
"Artinya pola geraknya (impor ilegal) bisa kita persempit," ungkapnya.
Sementara itu, untuk penertiban ekspor terlarangan sepanjang 2024, Bea Cukai telah melakukan 741 penindakan dengan nilai peralatan mencapai Rp431 miliar.
Di sisi lain, untuk penertiban cukai sepanjang 2024 nan mencakup hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan surat perizinan, Bea Cukai telah melakukan 22.730 penindakan dengan nilai barang sebesar Rp1.454 miliar. (Fal/E-2)