Dampak Tumbangnya Rezim Bashar Al Assad Di Suriah Bagi Indonesia Menurut Ciia

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Universodelibros.com, Jakarta - Tumbangnya pemerintahan Presiden Bashar Al Assad di Suriah disebut bakal memberikan akibat pada negara-negara di dunia, salah satunya Indonesia. Bashar digulingkan golongan Hayat Tahrir al-Sham alias HTS nan dipimpin Abu Mohammed al-Jolani pada Ahad, 8 Desember lalu.

Pemerhati rumor terorisme sekaligus Pengajar di Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Al Chaidar, mengatakan tumbangnya rezim Bashar di Suriah bakal berimplikasi pada terjadinya mobilisasi kelompok radikal di Indonesia ke Suriah.

Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kelompok jihadis alias radikal di Indonesia bakal bergerak lantaran kerjasama nan kuat dengan HTS," kata Al Chaidar saat dihubungi Tempo, Rabu, 25 Desember 2024.

Kendati begitu, kata Chaidar, meski bakal melakukan pergerakan, golongan radikal di Indonesia tidak bakal melakukan aktivitas secara masif. Sebab, saat ini golongan radikal di Tanah air tengah berada dalam kondisi "tiarap".

Menurut Chaidar, kondisi "tiarap" ini dilakukan sebagai suatu strategi tersembunyi agar pergerakannya tak terendus pemerintah dan upaya mobilisasi ke Suriah dapat berjalan sesuai rencana. "Strategi ini sudah disepakati berbareng HTS sejak 2022, sehingga tak ada euphoria nan dilihatkan golongan ini saat mengetahui HTS sukses menumbangkan rezim Bashar di Suriah," ujarnya.

Dalam mobilisasi ini, Chaidar menjelaskan, tujuan Utama golongan radikal ke Suriah, bukanlah untuk memburu para loyalis Bashar. Akan tetapi, untuk memerangi ISIS nan saat ini kondisinya tengah kian terpuruk.

"Jadi golongan ini bakal terimplikasi untuk ke Suriah. Namun, tidak bergerak cepat, kemungkinan bergeraknya dalam lima alias sepuluh tahun mendatang," kata Chaidar.

Dihubungi terpisah, Direktur The Community of ideological Islamic Analyst alias CIIA, Harist Abu Ulya, mengatakan tumbangnya pemerintahan Bashad tak bakal berimplikasi besar terhadap bergeraknya golongan radikal di Tanah air.

Menurut Harist, situasi nan terjadi di Suriah saat ini berbeda dengan apa nan terjadi pada periode 2013-2014 alias saat munculnya ISIS di Suriah. "Mungkin nan bakal terdampak alias mau berangkat hanya 1-2 saja, kebanyakan tidak lantaran kepentingannya berbeda," ujarnya.

Harist mengatakan, golongan radikal alias jihadis di Indonesia, condong mempunyai perbedaan dengan golongan HTS nan dipimpin Abu Mohammed al-Jolani nan mempunyai kepentingan merebut pemerintahan Suriah dari tangan Bashar Al Assad. Pun, kata dia, golongan Abu Mohammed al-Jolani juga tidak mempunyai hubungan dengan golongan radikal Al-Qaeda nan mempunyai tujuan jihad global.

"Sehingga mereka nan selama ini dinilai pro pada agenda jihad global, sangat mini kemungkinannya untuk berangkat ke Suriah lantaran tujuannya berbeda," kata Harist.

Adapun setelah diruntuhkan kepimpinannya, Bashar Al Assad dan family dikabarkan menyambangi Moskow, Rusia untuk memperoleh suaka dari Kremlin guna menghindari pengejaran golongan HTS.

Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Eddy Purwanto, mengatakan BNPT bakal terus melakukan monitoring guna mencegah terjadinya mobilisasi golongan radikal ke Suriah. "Monitoring melalui media sosial dan intelijen terus kami lakukan untuk upaya pencegahan ini," kata dia.