Alasan Komisi Viii Dpr Ingin Atur Batas Atas Biaya Haji Furoda Dalam Uu Haji

Sedang Trending 6 hari yang lalu

Universodelibros.com, Jakarta - Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marwan Dasopang mengungkap kemauan agar ke depan undang-undang nan mengatur perjalanan haji kudu juga mengatur pemisah atas biaya haji furoda, meskipun program itu sepenuhnya dikerjakan pihak swasta nan bekerja sama dengan pemerintah Arab Saudi.

Seperti dikutip dari Antara, Marwan mengatakan saat ini belum ada peraturan di dalam negeri nan mengatur pemisah atas biaya haji furoda, nan nilainya per orang di kisaran Rp 400-900 juta.

“Furoda ini swasta dan di dalam undang-undang kita memang belum menyebut furoda. Sekalipun ini swasta, tetap saja nan berangkat itu jemaah dari Indonesia. Maka dalam perihal perlindungan, baik keamanan maupun mengenai pembiayaan tentu pemerintah Indonesia kudu datang di dalamnya,” kata Marwan saat bertemu pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, setelah berbareng Panitia Kerja Biaya Haji Komisi VIII DPR berjumpa Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 7 Januari 2025.

Politikus Partai Kebangkitan bangsa (PKB) itu menyebut agar revisi Undang-Undang Haji dapat mengatur perihal itu. Dia mengatakan tujuan pengaturan pemisah atas biaya haji furoda itu agar tidak ada agen-agen tertentu nan mempermainkan nilai sehingga merugikan jemaah haji Indonesia.

“Nanti nan bakal datang kudu kita batasi. Ada pemisah atas. Sekalipun orang menyerbu furoda, kudu ada pemisah atas,” ujarnya.

Haji furoda merupakan program haji nan diatur oleh pemerintah Arab Saudi melalui undangan unik kepada jemaah haji di luar kuota haji dari asal negara mereka masing-masing. Dengan demikian, jemaah haji nan berangkat ke Tanah Suci melalui program haji furoda tidak menggunakan kuota haji nan diterima pemerintah Indonesia.

Dalam program haji furoda, umumnya calon peserta haji tidak perlu menunggu lama lantaran mereka tidak masuk dalam kuota haji nasional. Para peserta haji furoda juga menggunakan visa undangan unik nan disebut Visa Mujamalah (Visa Undangan).

Komisi VIII DPR Sebut Revisi UU Haji Perlu Disegerakan

Sebelumnya, Marwan mengatakan UU Haji kudu segera direvisi. Revisi undang-undang tersebut dilakukan untuk memfasilitasi kemauan pemerintah nan mau melimpahkan kewenangan pengelolaan ibadah haji dan umroh kepada Badan Penyelenggara Haji.

“Komisi VIII bakal memperkuat dari sisi payung hukum, kita tidak bisa lagi menunda,” ujar Marwan pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Revisi undang-undang tentang ritual ibadah umat islam itu, kata Marwan, perlu dilakukan agar bisa seutuhnya melibatkan Badan Penyelenggara Haji bekerja di lapangan dan mengatur pendelegasiannya.

“Apakah dari Kemenpan RB, alias cukup dari Menteri Agama, alias semacam panitia saja,” ujar ketua komisi nan membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan wanita itu.

Meskipun belum ada payung norma nan mengatur ruang mobilitas Badan Penyelenggara Haji, Marwan mengatakan terdapat upaya norma nan dapat ditempuh oleh pemerintah untuk menghidupkan badan tersebut. “Umpamanya MoU ketemu dengan pemerintah Saudi,” ujarnya.

Adapun Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko mengatakan rekomendasi Pansus Haji untuk merevisi UU Haji krusial segera dilakukan. Dia mengamini revisi tersebut perlu untuk menyesuaikan kebijakan pemerintah Arab Saudi.

“Revisi perlu untuk menyesuaikan kondisi terkini dalam penyelenggaraan haji,” kata Singgih dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 26 Oktober 2024.

Menurut politikus Partai Golkar itu, Arab Saudi semakin memperluas penggunaan teknologi digital dalam penyelenggaraan haji. Termasuk pada sistem pendaftaran elektronik, pembayaran digital, dan aplikasi berbasis teknologi.

Selain itu, kata dia, revisi UU Haji krusial lantaran terdapat perubahan kuota dan syarat penyelenggaraan haji. Arab Saudi banyak melakukan perubahan kuota haji, persyaratan kesehatan, dan ketentuan lain, termasuk batas usia dan pembatasan jumlah jemaah selama pandemi.

Dengan merevisi UU Haji, Singgih menilai pemerintah bisa memperbarui ketentuan pendaftaran, antrean, dan prioritas calon jemaah sesuai dengan kebijakan baru. 

Dia juga menilai revisi diperlukan untuk mengatur investasi biaya haji. Investasi ini krusial untuk mengakomodasi tata kelola biaya haji nan lebih transparan dan efisien. Menurut dia, aspek pelaporan keuangan, pilihan investasi nan lebih aman, serta peningkatan untung perlu diperbarui demi kesejahteraan jemaah.

Tak hanya itu, kata Singgih, revisi juga perlu untuk mengatur subsidi biaya haji. Dia mengatakan biaya haji condong meningkat, sehingga perlu meninjau kembali skema subsidi nan diberikan kepada jemaah calon haji. “Termasuk gimana langkah pengelolaan biaya ini dapat dilakukan dengan lebih berkelanjutan,” kata dia.

Di sisi lain, revisi juga perlu untuk perbaikan kualitas pelayanan seperti transportasi, akomodasi, dan pelayanan kesehatan di Arab Saudi. Urgensi revisi UU berikutnya, menurut dia, perihal transparansi biaya haji. Misalnya, tiket pesawat, akomodasi, makanan, transportasi lokal, dan biaya operasional lain. 

Kemudian, dia menilai revisi juga perlu untuk pengaturan haji unik dan umrah. Dia menuturkan izin kudu memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai pengelolaan haji reguler dan haji unik alias haji plus. “Terutama mengenai transparansi biaya dan jasa nan diberikan oleh pihak penyelenggara,” kata Singgih.

Terakhir, kata dia, revisi diperlukan untuk menyesuaikan kuota dan prioritas antrean, lantaran panjangnya antrean haji di Indonesia. Menurut Singgih, diperlukan revisi untuk memperjelas patokan tentang pemberian prioritas.

“Revisi UU kudu mempertimbangkan pengelolaan kuota secara lebih efisien dan berkeadilan, sehingga mengurangi ketimpangan dalam pengedaran kuota antardaerah," kata Singgih.

Sebelumnya, Pansus Hak Angket Haji DPR menyampaikan lima rekomendasi mengenai revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Rekomendasi tersebut didorong oleh pertimbangan kondisi terkini dalam izin dan model penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi.

Alfitria Nefi P, Annisa Febiola, dan Antara berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Pilihan editor: Penggeledahan Ruman Hasto Kristiyanto Disebut Pengalihan Isu, Jokowi: Itu Proses Hukum